MAKALAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Tugas Individu:
MATA KULIAH
“SOSIOLOGI PENDIDIKAN”
TENTANG
KONFLIK ANTAR SISWA DI SEKOLAH
(KAJIAN TEORI SOSIOLOGI)
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Hj. Rabiatun Idris, M.S
OLEH
NAMA :
SALEHUDDIN
NIM : 12B02022
JURUSAN : ILMU PENEGETAHUAN SOSIAL
KEKHUSUSAN :
PENDIDIKAN SOSIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Rabb
semesta alam, karena dengan pertolongan-Nya
penulis dapat menyelesaiakan penulisan makalah ini tepat pada waktu yang di
tentukan oleh dosen pengampu mata kuliah “SOSIOLOGI PENDIDIKAN” pada Program
Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, yang atas perjuangan dan pengorbanan
beliau dalam memperjuangkan islam sehingga kita bisa merasakan indahnya islam
dalam kehidupan kita. Islam telah
membawa kita pada suatu kebenaran yang hakiki.
Dalam Penulisan tugas ini, penulis menyadari masih
banyak kekurangan-kekurangan, baik pada teknik penulisan maupun materi,
mengingat akan hakikat penulis sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput
dari salah dan khilaf, karena sesungguhnya kebenaran itu hanya datangnya dari
Allah dan kesalah itu mutlak datangnya dari penulis. Untuk itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan kedepannya.
Akhirnya,
penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi rekan-rekan
pelajar dan mahasiswa khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Dan semoga
Allah senantiasa memberikan rahmat dan inayah-Nya kepada kita semua serta
memberikan pemahaman ilmu-Nya kepada kita agar kita mengerti tentang hakikat
kehidupan ini. Amin, amin, ya Robbal alamin.
Makasar, 10 April
2013
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA
PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... .. 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 4
C. Tujuan...................................................................................................... 4
D. Manfaat ................................................................................................... 5
BAB
II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
1.
Perspektif Kondlik .................................................................................. 6
2.
Proses Pendidikanna ............................................................................. 9
3.
Objek Utama Dalam Pembelajaran Yang Peka Diajarkan ...................... 12
4. Materi Ajar Yang Paling Ideal Di Pakai Membahas Masalah
konflik Antar Siswa 13
BAB
III PENUTUP .............................................................................................. 17
A. Kesimpulan ............................................................................................ 17
B. Saran ..................................................................................................... 18
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik.
Berbicara tentang konflik memang tidak akan pernah ada habisnya. Konflik selalu
menghiasi setiap sisi kehidupan mahkluk yang hidup di dunia ini, terlebih
makhluk yang bernama manusia. Konflik
seakan-akan menjadi hiasan dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan
individu, kelommpok, masyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Konflik
merupakan sesuatu hal yang selalu hadir dalam kehidupan sosial masyarakat,
sehingga konflik bersifat inheren,
artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja
dan kapan saaja. Dalam hal ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena
pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu, konflik
dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan
sosial.
Di
dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki kesamaan
yang persis, baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan, dan
sebagainya. Dari setiap konflik ada beberapa di antaranya yang dapat
diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga
menimbulkan beberapa aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat
diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan kekerasan, dari model kekerasan
yang terkecil hingga peperangan.
Jika mendengar
kata konflik, yang terekam dalam ingatan adalah pertikaian, pertumpahan darah
dan air mata. Seolah-olah hanya hal negatif yang tercermin dalam kata tersebut.
Konflik sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses hidup di mana norma, nilai
dan aturan sosial dalam kehidupan bermasyarakat dilanggar atau adanya konsensus
yang tidak lagi dipatuhi oleh sebagian anggota masyarakat.
Konflik tidak
hanya terjadi di kalangan masyarakat luas (makro), tetapi dikalangan yang
terkecil (mikro) pun konflik selalu hadir dalam kehidupan manusia, konflik di
kalangan mikro ini banyak terjadi seperti halnya konflik individu dengan
individu, konflik keluarga dan yang marak terjadi akhir-akhir ini adalah
konflik yang terjadi antar pelajar atau siswa yang banyak di bicarakan ataupun
di tayangkan diberbagai media.
Berbicara
tentang konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau siswa menimbulkan banyak
tanda tanya, apa sebenarnya yang salah dengan dunia pendidikan kita akhir-akhir
ini? Apakah sistem pendidikan kita di Indonesia yang sekarang ini tidak lagi
sesuai dengan falsafah hidup bangsa ataukah adanya ketidak sesuaian yang
terjadi di dunia pendidikan kita?
Semua
pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban-jawaban yang benar-benar bisa
menjawab dan menyelesaikan masalah konflik yang banyak terjadi di dunia
pendidikan kita. Penulis di sini merasa bahwa pendidikan yang ada tidak lagi
berpegang teguh pada falsafah bangsa yang menyebabkan konflikdi kalangan
pelajar banyak terjadi. Falsafah bangsa Indonesia berpegang teguh pada azaz
negara yaitu Pancasila sebagai ideologi bangsa. Di mana dalam pancasila
merangkum semua keragaman yang ada pada bangsa Indonesia itu sendiri.
Falsafah bangsa
kita yang dulunya dikagumi oleh semua bangsa yang ada di dunia kini tidak lagi
berpengaruh, baik di kalangan pelajar maupun di kalangan pendidik. Terbukti
dengan banyak kasus-kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan kita, seperti
halnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum guru kepada peserta
didiknya. Kasus yang banyak terjadi, yang bisa kita lihat juga adalah konflik
antar pelajar atau tawuran antar siswa yang telah menimbulkan korban jiwa. Tidak
lama ini kita mendengar adanya kasus tawuran yang terjadi di kalangan pelajar
yang telah menimbulkan korban jiwa akibat di bacok oleh lawan konfliknya.
Seandainya dunia pendidikan kita saat ini, baik guru maupun peserta didik
berpegang teguh pada falsafah bangsa kemungkinan besar segala permasalahn yang
telah dipaparkan di atas tidak akan terjadi.
Dalam berbagai
literatur atau bahan bacaan, atau bahkan berbagai bidang ilmu, baik ilmu
sosial, politik, administrasi, psikologi dan bidang ilmu lainnya, banyak sekali
yang membahas atau membicarakan mengenai permasalahan pendidikan serta konflik
yang banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Salah satu dari bidang ilmu
tersebut yang membahas mengenai pendidikan adalah sosiologi pendidikan, dalam
hal ini yang akan digunakan oleh penulis untuk membahas mengenai permasalahan
tersebut.
Dalam hal kasus
di atas, penulis disini berusaha mencoba menganalisis dan mendeskripsikan
bentuk konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau konflik antar siswa dengan
menggunakan teori-teori sosiologi, dengan mengambil salah satu perspektif dari
teori sosiologi yaitu dengan menggunakan perspektif teori konflik untuk
membedah permasalahan konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau siswa, guna
memperoleh gambaran tentang konflik tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
deskripsi uraian latar belakang di atas, maka penulis di sini dapat merumuskan
suatu permasalahan yaitu:
1.
Bagaimana perspektif konflik?
2.
Bagaimana proses pendidikannya?
3.
Apa yang menjadi objek utama dalam
pembelajaran yang peka diajarkan?
4.
Materi ajar apa yang paling ideal di
pakai dalam membahas konflik antar siswa?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui bagaimana prose pendidikan
berjalan sehingga konflik antar siswa tidak terjadi
2.
Untuk mengetahui apa yang menjadi objek
utama dalam pembelajaran yang peka diajarkan
3.
Untuk mengetahui materi ajar apa yang
paling ideal di pakai dalam membahas konflik antar siswa.
D.
Manfaat
Adapun
manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai tambahan
khazanah ilmu pengetahuan, baik bagi para pendidik, dan peserta didik pada
khususnya maupun masyarakat luas pada umumnya agar memperoleh pemahaman tentang
bagaimana proses pendidikannya yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam melakukan proses pendidikan. Sehingga kedepannya nanti bisa meminimalisir
segala bentuk konflik yang terjadi antar siswa ataupun konflik antar pelajar,
yang pada akhirnya akan membawa pada suatu tatanan kehidupan pendidikan yang
harmonis.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perspektif konflik
Perspektif
konflik memiliki pandangan yang berbeda dengan perspektif fungsional yang lebih
melihat kontribusi positif lembaga pendidikan bagi masyarakat (Martono,
2012:23). Pemikiran perspektif ini justru melihat bahwa lembaga pendidikan
memiliki fungsi yang negatif. Perspektif ini menekankan adanya perbedaan pada
diri individu dalam mendukung suatu sistem sosial. Menurut perspektif konflik
masyarakat terdiri atas individu yang masing-masing memiliki berbagai kebutuhan
yang terbatas. Kemampuan individu untuk mendapatkan kebutuhan pun berbeda-beda.
Menurut
Dahrendorf, asumsi utama perspektif ini ada empat, yaitu: pertama, setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan. Kedua, disensus dan konflik terdapat di
mana-mana. ketiga, setiap unsur
masyarakat memberikan sumbangan pada terjadinya disintegrasi dan perubahan
masyarakat. keempat, setiap
masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa anggota terhadap anggota lainnya
(martono, 2012:23). Dengan kata lain, perubahan sosial dalam masyarakat,
menurut perspektif ini, merupakan sebuah proses yang tidak dapat dihindarkan.
Setiap masyarakat selalu mengalami perubahan, baik lambat maupun cepat.
Berkaitan
dengan lembaga pendidikan, bagi analisis konflik, pendidikan justru memberikan
kontribusi negatif bagi masyarakat. Perspektif konflik memiliki beberapa asumsi
dasar, diantaranya bahwa setiap unsur dalam sistem sosial memiliki potensi
memunculkan konflik dalam masyarakat. Konflik ini terjadi karena adanya
perbedaan kedudukan atau posisi antarsubsistem.
Karl
Marx sebagai salah satu analisis konflik menjelaskan bahwa telah terjadi
ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat. Ia menyebutkan faktor utama yang
menyebabkan ketidaksetaraan tersebut adalah faktor ekonomi. Dalam masyarakat,
ada sekelompok orang yang mampu menguasai sumber daya ekonomi (modal) yang
jumlahnya terbatas, kelompok ini adalah kelompok minoritas. Di sisi lain,
kelompok mayoritas tidak mampu menguasai sumber daya ekonomi yang terbatas
tersebut, akibatnya kelompok mayoritas justru bergantung pada kelompok
minoritas (Martono, 2012:24).
Dari
uraian tersebut, penulis berasumsi bahwa konflik memang bisa membawa pada
hal-hal yang sifatnya negatif, yang dapat membawa pada penindasan kaum
tersubordinasi oleh orang-orang yang memiliki modal atau dalam istilah Marx
adalah kaum burjois yang menyebabkan alienasi bagi kaum proetar. Alienasi bagi
kaum tersubordinasi dapat mengakibatkan pada sulitnya akses-akses, baik akses
pendidikan maupun dalam hal akses yang lainnya.
Masalah
konflik yang terjadi dikalangan pelajar atau siswa yang marak terjadi
akhir-akhir ini dapat diteliti melalui teori konflik Ralf Dahrendorf. Teori
konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik
dialektik (Raho, 2007:77). Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah,
yakni konflik dan konsensus. Kita tidak mungkin mengalami konflik kalau
sebelumnya tidak ada konsensus. Misalnya, si A dan si Bdalam kelas ini tidak
mungkin terlibat dalam konflik karena mereka tidak pernah mengenal satu sama
lain dan hidup bersama. Demikianpun sebaliknya, konflik bisa menghantar orang
pada konsensus. Kerja sama yang erat dapat terjadi setelah adanya konflik. Contoh
dari kasus ini misalnya kerja sama yang erat antara Jepang dan Amerika Serikat
pada saat ini terjadi sesudah mereka terlibat dalam konflik yang hebat pada
waktu perang dunia II.
Dari
uraian deskripsi teori konflik yang dikemukakan oleh Dahrendorf, penulis dapat
mengambil sebuah deskripsi bahwa konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau
siswa merupakan suatu bentuk konsensus yang terjadi di kalangan pelajar itu
sendiri. Di mana, adanya keinginan-keinginan dari siswa untuk membentuk
komunitas, kelompok atau gank yang biasa kita jumpai pada usia anak sekolah,
terlebih anak dalam usia sekolah mengah atas (SMA dan sederajatnya).
Dahrendorf
memulai teorinya dengan kembali bersandar pada fungsionalisme struktural. Dia
mengatakan bahwa dalam fungsionalisme struktural, keseimbangan atau kesetabilan
bisa bertahan karena kerja sama yang sukarela atau karena konsensus yang
bersifat umum. Sedangkan dalam teori-teori konflik,kesetabilan atau
keseimbangan terjadi karena adanya paksaan. Hal ini berarti bahwa dalam masyarakat
ada beberapa posisi yang mendapat kekuasaan dan otoritas untuk menguasai orang
lain sehingga kesetabilan bisa dicapai (Raho, 2007:78).
Bentuk
konflik yang terjadi dikalangan pelajar atau siswa tidak begitu beragam, dimana
konflik-konflik yang ada bisa dideteksi, seperti halnya yang banyak terjadi
dikalangan pelajar ialah konflik antar kelompok atau gank, konflik yang
disebabkan oleh adanya kecemburuan sosial, misalnya kecemburuan terhadap
pasangannya. Sebagaimana banyak kita ketahui bahwa usia sekolah merupakan usia
yang labil yang mudah tergoda terhadap hal-hal yang sifatnya pribadi.
2. Proses Pendidikannya
Defenisis pendidikan, secara
sederhana,dapat merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pendidikan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Dari pengertian kamus terlihat bahwa melalu
pendidikan: sutu, orang mengalami pengubahan sikap dan tata laku: dua, orang
berperoses menjadi dewasa, menjadi matang dalam sikap dan tata laku: tiga,
proses pendewasaan ini dilakukan melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Penulis
menyimpulkan, berdasarkan pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut, Pendidikan merupakan suatu proses pentransferan ilmu
pengetahuan yang dapat membawa pada pendewasaan perubahan tingkah laku peserta
didik, baik sebagian maupu secara holistik.
Menghadapi abad
ke-21, (Prasetyo) UNESCO melalui “The International Commission on Education for
the Twenty first Century" yang dipimpin oleh Jacques Delors
merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan
berdasarkan empat pilar proses pembelajaran
yaitu:
yaitu:
1. Learning to know
(Belajar untuk menguasai..pengetahuan)
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui
informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui
(learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna
tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
Guna merealisir learning to know, pendidik seyogyanya tidak hanya berfungsi
sebagai sumber informasi melainkan juga fasilitator. Di samping itu pendidik
dituntut dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan peserta
didik dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu
2. Learning to do
(Belajar untuk menguasai keterampilan)
Pendidikan merupakan proses belajar untuk melakukan
sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah
kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan nilai.
Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh
untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu
yang bermakna bagi kehidupan.
Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh berkembangnya tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang, bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang.
Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh berkembangnya tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang, bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang.
3. Learning to be (Belajar
untuk mengembangkan diri)
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan
bagian dari proses belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri
sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri.
Belajar berperilaku sesuai dengan norma & kaidah yang berlaku di
masyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya adalah proses
pencapaian aktualisasi diri.
Pengembangan diri secara maksimal (learning to be)
erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan,
tipologi pribadi anak & kondisi lingkungan nya. Kemampuan diri yang
terbentuk di sekolah secara maksimal memungkinkan anak untuk mengembangkan diri
pada tingkat yang lebih tinggi.
4. Learning to live
together (Belajar untuk hidup .bermasyarakat)
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat
dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu
tersebut berada, sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya.
Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan
bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Salah satu fungsi sekolah adalah tempat bersosialisasi, artinya mempersiapkan siswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya "learning to live together".
Salah satu fungsi sekolah adalah tempat bersosialisasi, artinya mempersiapkan siswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya "learning to live together".
3. Objek Utama Dalam Pembelajaran Yang Peka
Diajarkan
Berbicara
mengenai objek, yang menjadi objek utama dalam pembelajaran adalah anak atau
peserta didik. Seorang anak atau peserta didik merupakan hal yang penting dalam
proses pembelajaran, yang dimana dalam pembentukan karakter seorang peserta
didik/anak tergantung dari bagaimana seorang tenaga pendidik yang dalam hal ini
adalah guru memberi toladan atau contoh di dalam pentransferan ilmu
pengetahuan. Seorang anak/peserta didik cendrung ingin mencontoh atau meniru
karakter dari orang dewasa yang ada di sekelilingnya. Sebagaimana sifat alamiah
seorang anak. Sifat ingin mencontoh inilah yang sebenarnya perlu dimanfaatkan
oleh pendidik atau guru untuk membentuk karakter dan kepribadian seorang anak.
Terkait
dengan hal tersebut di atas, maka hal
yang peka untuk diajarkan kepada seorang anak adalah pendidikan yang berbasis
pada moralitas sosial dan akhlak. Karena dengan kedua hal inilah seorang
pendidik bisa membentuk kepribadian seorang anak. Sifat dasar seorang anak
dapat diibaratkan seperti kaset kosong yang senantiasa ingin merekam setiap hal
atau setiap kejadian yang ada di lingkungannya, hal inilah yang membuat
keinginan untuk meniru menjadi sangat kuat. Hal inilah yang sangat fundamental
untuk dipahami oleh seorang guru atau seorang tenaga pendidik. Dengan harapan
dan tujuan agar segala sesuatu yang hendak dilakukan oleh seorang tenaga
pendidik
4. Materi Ajar yang Paling Ideal Di
Pakai Membahas Konflik Antar Siswa
Materi
ajar merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam menunjang terjadinya proses
kegiatan belajar mengajar. Kesesuaian antara bahan ajar dengan kondisi ril di
lapangan menyebabkan peserta didik mudah
dalam hal menerima dan memahami materi tersebut, dan tidak menutup
kemungkinan peserta didik akan menaplikasin atau menerapkannya di dalam lingkungan
hidupnya.
Terkait
dengan kasus yang terjadi di sini, yaitu konflik antar siswa di sekolah,
penulis merasa bahwa materi yang paling ideal untuk membahas permasalahan
terebut ialah dengan memberikan materi ajar tentang sosialisasi dan pembentukan
kepribadian. Penulis perlu menyampaikan hal ini karena sosialisai dan
pembentukan kepribadian merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
1.
Sosialisai
Proses
sosialisai adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi dengan mana itu
individu menahan, mengubah, impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil oper cara
hidup atau kebudayaan masyarakat (Ahmadi, 2007:154).
Proses
sosialisai mengandung hal-hal penting, di antaranya, satu, tentang proses, yaitu suatu transimisi pengetahuan, sikap,
nilai norma, dan prilaku esensial. Kedua,
tentang tujuan, yaitu sesuatu yang diperlukan agar mampu berpartisipasi
efektif dalam masyarakat (Damzar, 2011:66).
2.
Kepribadian
Perbincangan
masalah-masalah sosialisasi yang berkaitan dengan soal-soal sosialisasi termasuk
internalisasi sebetulnya tidak pernah lepas dari masalah-masalah kepribadian (personality). Mengapa? Karena
kepribadian pada manusia dan pada masyarakat (Narwoko dan Suyanto, 2007:84)
manusia itu tidak terbawa dari kelahiran sebagai bakat-bakat kodrati yang telah
purna, melainkan terbnetuk dan dijadikan melalui proses-proses sosialisasi.
Apakah
kepribadian itu? Adapun yang dimaksud dengan kepribadian dalam rangka studi ini
adalah kecendrungan psikologi seseorang untuk melakukan tingkah pekerti sosial
tertentu, baik tingkah pekerti bersifat tertutup (seperti berperasaan,
berkehendak, berpikir, dan bersikap), maupun tingkah laku pekerti yang terbuka
(yang di dalam istilah sehari-hari kita namakan perbuatan). Demikianlah, maka
dengan singkat dapat kita katakan bahwa kepribadian itu sebetulnya tidak lain
adalah integrasi dan keseluruhan kecendrungan seseorang untuk berpersaan,
berkehendak, berprilaku, bersikap dan berbuat menurut pola tingkah pekerti
tertentu.
Berdasarka
asumsi teks di atas, penulis mencoba mendeskripsikan dari kedua istilah
sosialisai dan kepribadian itu ke dalam pemahaman penulis. Sosialisasi
merupakan bentuk proses yang dilalui oleh peserta didik di dalam menerima ilmu
maupun pengetahun, sedangkan kepribadian merupakan suatu hal yang berhubungan
dengan personality seseorang, di mana
kepribadian bukan merupakan sifat pembawaan secara kodrati sebagai manusia yang
bisa dibentuk melalui proses sosialisasi tersebut.
TAMBAHAN
Terkait
dengan pertanyaan atau soal pada option C
yang mengatakan, teori sosiologi seperti : 1). Sruktural fungsional, 2). Teori
konflik, dan 3). Interaksionis simbolik, apakah cocok untuk menangani masalah
konflik antar siswa di sekolah?
Dilihat
dari masing-masing defenisi dan lingkup dari kajian ketiga teori di atas,
menurut penulis disini, ketiga teori tersebut cocok digunakan untuk membahas
permasalahan yang berkaitan dengan konflik antar siswa yang banyak terjadi
akhir-akhir ini di lingkungan pendidikan kita. Alasannya, karena ketiga
perspektif teori tersebut memang pada dasarnya berbeda dan memiliki lingkup
kajian yang berbeda-beda pula. Namun ketiga teori di atas saling melengkapi di
dalam membahas permasalahan terkait dengan konflik antar siswa tersebut.
Dari
lingkup kajian masing-masing teori tersebut, di antaranya :
1)
teori struktural fungsional, menurut
teori ini, segala sesuatu seperti sistem. Kalau diibaratkan, tidak jauh berbeda
dengan tubuh manusia atau komponen komputer PC. Antara sistem yang satu dengan
sistem yang lain saling saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Artinya
ketika sistem yang satu tidak berfungsi sebagai mana mestinya, maka secara
otomatis sistem yang lain pun akan ikut terganggu, dan tidak menutup
kemungkinan akan adanya penggantian dengan sistem yang lain.
2)
Teori konflik, kajian teori ini
beranggapan bahwa tidak ada manusia atau makhluk yang hidup tanpa ada konflik.
Jadi menurut teori ini setiap sisi kehidupan makhluk selalu ada konflik,
terlebih lagi makhluk yang bernama manusia, yang di mana-mana, baik di media
cetak maupun media elektronik, kita selalu mendengar tentang berbagai konflik
yang marak terjadi di bumi kita tercinta ini.
3)
Teori interaksinisme simbolik, terori
ini beranggapan bahwa segala hal yang
terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan
simbol-simbol, yang di mana simbol-simbol ini diinterpretasikan sebagai bentuk
komunikasi yang dapat memberi kelancaran pada berbagai aspek kehidupan sosial
bermasyarakat.
Keterkaitan
ketiga teori ini dengan konflik yang terjadi antar siswa di sekolah adalah
ketiganya mendukung untuk di gunakan dalam membedah permasalahan tersebut,
meskipun pada dasarnya lingkup kajiannya berbeda. .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah di atas, penulis mengambil kesimpulan mengenai hal-hal yang berkenaan
dengan konflik antar siswa di sekolah yang terjadi di dunia pendidikan kita. Di
antara permasalahannya yaitu perspektif konflik menurut ahli sosiologi, dalam
hal ini adalah perpektif konflik menurut Ralf Dahrendorf. Teori konflik yang
dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik.
Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan konsensus. konflik
yang terjadi di kalangan pelajar atau siswa merupakan suatu bentuk konsensus
yang terjadi di kalangan pelajar itu sendiri. Dimana adanya keinginan-keinginan
untuk membentuk kelompok/gank.
Prose
pendidikan meliputi empat pilar proses pembelajaran
yaitu: 1)Learning to know (Belajar untuk menguasai, pengetahuan), 2) Learning to do (Belajar untuk menguasai keterampilan) 3) Learning to be (Belajar untuk mengembangkan diri, dan 4) Learning to live together (Belajar untuk hidup bermasyarakat)
yaitu: 1)Learning to know (Belajar untuk menguasai, pengetahuan), 2) Learning to do (Belajar untuk menguasai keterampilan) 3) Learning to be (Belajar untuk mengembangkan diri, dan 4) Learning to live together (Belajar untuk hidup bermasyarakat)
Yang menjadi objek
utama dalam pendidikan adalah anak. Konsep sifat dasar seorang anak adalah
kecendrungan ingin selalu meniru atau mencontoh. Materi yang paling ideal untu
di ajarkan adala mengenai sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Karena dua
hal ini merupakan sesuatu yang penting dalam proses pendidikan.
B. Saran
Dari
deskripsi pemaparan yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis disni
menyarankan kepada para calon pendidik atau para pendidik untuk bisa lebih
mengerti kondisi dan permasalahan yang dialami ooleh peserta didiknya. Karena
dengan memahami peserta didik, seorang guru atau tenaga pendidik akan bisa
menyesuaikan materi ajar yang cocok untuk di terapkan pada situasi kondisi yang
mungkin perlu sekali untuk diterpakan pada saat itu.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu.
2007. Sosiologi Pendidikan. PT.
Rineka Cipta. Jakarta
Damzar. 2012. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta
Prasetyo,Rohadi (http://smp5smg.sch.id/v1/index.php?option=com_content&view=article&id=84:pilar-pendidikan&catid=1:latest-news, diunduh
selasa, 09/04/2013.
Ritzer, George.
2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Jakarta.
Martono, Nanang.
2012. Kekerasan Simbolik di Sekolah
Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Narwoko, J. Dwi
dan Suyanto, Bagong. 2007. Sosiologi Teks
Pengantar dan Terapan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Raho, Bernard.
2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi
Pustaka. Jakarta
Komentar
Posting Komentar
Komentarlah yang sopan