MENJADI DIRI SENDIRI
Menjadi Diri
Sendiri
Sahabat saya Rizziandrie berkomentar di Facebook ketika
saya menulis status sedang butuh ide untuk menulis. Kurang lebih seperti ini
komentarnya: “Noer, mengapa tidak menulis tentang bagaimana seorang
menemukan passion yang ada di dirinya.”
Terus terang topik tersebut sangat
berat. Namun karena menurut saya sangat penting dan saya pun sedang dalam
proses panjang ke sana, maka saya tertarik menuliskannya. Jika Anda berminat,
silakan simak lanjutan tulisan ini.
Manusia dan Cita-Cita
Ketika masih kecil, kita semua memiliki
cita-cita. Ada yang ingin jadi insinyur, dokter, guru, tentara dan berbagai
cita-cita lainnya. Di masa kanak-kanak tema tentang cita-cita ini sangat sering
ditanamkan baik oleh guru, orangtua ataupun sesama teman.
Saya pribadi saat itu bercita-cita
menjadi seorang insinyur, atau lebih spesifik menjadi arsitek. Alasannya adalah
saya menyukai desain bangunan dan perancangannya. Ketika kelas 3 SD saya pernah
membuat 2 buah maket detail. Maket pertama adalah sebuah rumah bertingkat
lengkap yang dibuat dari karton tebal dan dicat. Rumah tersebut dilengkapi
dengan pagar model geser, pintu ukir jepara, serta kaca nako yang banyak.
Kurang lebih saya mengerjakan maket tersebut selama sebulan penuh di waktu
liburan panjang dan masih berlanjut ketika liburan telah usai. Maket kedua
relatif lebih sederhana dan mencontoh rumah bergaya Eropa jaman dulu. Sayang
keduanya sudah hilang entah ke mana. Jika harus mengulang kembali membuat maket
yang sama, sepertinya belum tentu saya bisa.
Kembali ke cita-cita, ternyata apa yang
saya bayangkan secara perlahan bergeser. Ketika memasuki SMP dan SMU, saya
memiliki ketertarikan yang besar dengan dunia komputer. Waktu itu kebanyakan
komputer masih pakai DOS dan beberapa ada yang pakai Windows 3.1. Hampir setiap
hari saya menghabiskan waktu beberapa jam untuk mengotak atik komputer dan
bercita-cita menjadi seorang programmer. Bayangan saat itu ingin
menjadi Bill Gates-nya Indonesia.
Ketika akan kuliah terus terang saya
bingung mau pilih ke mana. Saya sempat berkonsultasi ke Psikolog yang kemudian
menyarankan memilih studi di bidang Ekonomi. Dan inilah saya sekarang seorang
lulusan Fakultas Ekonomi dengan bidang Marketing yang sekarang berprofesi di
bidang Sumber Daya Manusia.
Bolehkah Seseorang
Bercita-cita?
Apakah ada yang salah dengan cita-cita
tersebut? Sebenarnya tidak. Namun ada satu hal yang penting bahwa seringkali
seseorang bercita-cita menjadi orang lain. Kita takjub karena kesuksesan
seseorang dan ingin seperti dia. Ingin hebat bermain bola sepertiRonaldo,
jagoan basket seperti Kobe Bryant atau Shaquille
O’Neal, ingin jadi pengusaha sukses seperti Bob Sadino atau
menjadi pemimpin seperti Bung Karno. Karena obsesi tersebut, kita
berusaha mencetak diri kita seperti orang lain, yang sadar atau tidak
sebenarnya bisa jadi melenceng dari diri kita yang sebenarnya.
Menjadi Diri Sendiri
Lantas bagaimanakah seharusnya seseorang
bercita-cita? Jawaban sederhana menurut saya adalah menjadi diri sendiri, be
your self!
Ada sebuah hadis yang sangat luar biasa
berbunyi:
“Man ‘arafa nafsahu
faqad ‘arafa rabbahu”
“Barangsiapa mengenal (arif)
terhadap jiwa/diri (nafs)-nya, maka sesungguhnya dia akan mengenal (arif)
pula terhadap Tuhan-nya, Pemelihara-nya (Rabb).”
Hadis ini sangat populer di kalangan
para sufi dan pengamal Tasawuf meskipun oleh sebagian kalangan dianggap hadis
yang lemah.
Menilik bunyi hadis di atas
mengisyaratkan banyak orang tidak mengenal dirinya sendiri. Karena itu orang
tersebut sebenarnya juga tidak mengenal Tuhan-nya. Padahal setiap diri manusia
adalah unik dan memiliki tugas yang unik pula. Setiap jiwa dimudahkan untuk apa
dia diciptakan dan seharusnya ke arah tersebutlah seseorang meluruskan
cita-citanya.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
(Al-Qur’an Surat Al-A’raf 7:172)
Manusia pernah bersaksi di hadapan
Tuhan-nya tentang tugasnya sebelum dilahirkan dan diturunkan ke bumi. Tugas dan
jati diri itulah yang harus ditemukan kembali untuk kemudian
dipertanggungjawabkan kepada Sang Pemberi Mandat.
Langkah Mengenali Diri
Lantas bagaimana caranya menjadi diri
sendiri? Bukankah proses tersebut sangat sulit?
Benar bahwa setiap orang bertanggung
jawab dalam proses tersebut jika memang ingin hidupnya bernilai. Proses
tersebut membutuhkan kesungguhan dan ketekunan yang
luar biasa sampai Allah berkenan menjelaskan siapa diri kita yang sesungguhnya.
Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan membaca
kembali kitab kehidupan kita di masa lalu. Siapa orangtua
kita, apa yang menjadi minat kita, pendidikan seperti apa yang pernah kita
jalani, orang seperti apa yang pernah kita jumpai dalam hidup. Tidak ada yang
kebetulan dalam kehidupan seseorang. Apa yang pernah terjadi dan kita alami
merupakan sebuah isyarat penting dalam proses mengenali diri kita di masa
depan.
Kenali pula tentang diri kita sejauh
yang bisa dipahami. Mengapa kita suka mengeluh untuk hal-hal tertentu, mudah
marah dan tersinggung, sulit untuk bersyukur, sulit untuk bisa menerima keadaan
yang dihadirkan dalam kehidupan kita.
Langkah kedua adalah keterampilan membaca kehidupan.
Apa yang terjadi pada diri, naik turunnya proses kedekatan kepada Tuhan. Ujian
dan tantangan yang berbeda-beda yang dialami seseorang. Semua hal tersebut jika
dibaca dengan baik akan membantu seseorang untuk melihat arah hidupnya,
menemukan potensi diri sejatinya, bukan sekadar cita-cita yang tidak berdasar.
Sebagai panduan, Allah telah menurunkan kitab-Nya yang merupakan panduan
berjalan setiap insan. Baca dan pelajarilah semoga cahayanya akan menerangi
kehidupan kita.
Terakhir tentunya bersikap istiqomah, teguh
pendirian, ajeg dalam menjalani suka duka kehidupan dan senantiasa belajar
darinya. Alangkah berbahagianya jika dalam perjalanan tersebut seseorang
menemukan guru sejati yang dapat memandu dan menjelaskan
rambu-rambu yang ada dalam perjalanan tersebut.
Saya bukanlah ahli di bidang tersebut
dan hanya seseorang yang sedang belajar menjalaninya. Langkah di atas hanyalah
pengantar singkat untuk mengajak kita berpikir dan bertindak lebih jauh. Jika
Anda ingin bersungguh-sungguh, belajarlah dari orang-orang yang dapat
dipercaya. Betapa banyak kitab warisan orang-orang yang telah terbimbing yang
dapat kita pelajari dan amalkan. Orang yang bersungguh-sungguh dan ikhlas dalam
perjalanannya mustahil tersesat.
Penutup
Karenanya, jadilah diri sendiri, bukan
menjadi orang lain. Allah telah memberikan potensi tinggi kepada setiap orang
yang bekerja sesuai dengan kodrat dirinya. Jika hal tersebut ditemukan, setiap
orang akan menjadi yang terbaik di bidangnya. Dia akan menjadi sang bintang
yang bersinar atau menjadi sang pohon yang senantiasa berbuah dan memberikan
kebaikan.
Jadi tunggu apa lagi? Segeralah berkemas
dan bersiap-siap. Mulailah berjalan dan mengambil perbekalan yang diperlukan.
Siapa yang tahu kapan kita akan mati? Setidaknya jika umur kita pendek, semoga
kita termasuk orang yang sedang dalam perjalanan menuju-Nya, mengenali diri
kita untuk mengenali Sang Rabb.
Jangan hiraukan orang-orang di
sekeliling Anda yang menertawakan atau heran. Sesungguhnya siapakah yang lebih
patut ditertawakan, orang yang sedang bersungguh-sungguh menjadi dirinya
sendiri, atau orang yang sebenarnya bodoh dan segera merasa puas dengan
kehidupan yang dijalaninya saat ini?
Mohon maaf jika ada kekeliruan dalam
tulisan ini. Semoga bermanfaat bagi diri saya dan pembaca sekalian. Jika Anda
berminat belajar lebih jauh topik ini, silakan berkunjung ke blog sahabat saya
Herry Mardian di http://suluk.blogsome.com
Dan Allah Lebih Mengetahui.
Komentar
Posting Komentar
Komentarlah yang sopan