TEORI-TEORI ILMU SEJARAH
4.
TEORI-TEORI
ILMU SEJARAH
1)
Teori
Gerak Siklus Sejarah => (Ibnu Khaldun)
Ibnu Khaldun (1332-1406) sejarawan
dan filsosof sosial Islam
kelahiran Tunisia yang meupakan
penggagas pertama dalam teori siklus ini, khususna dalam
sejarah pemikiran manusia, terutama dari
dimensi sosial dan filosofis
pada umumnya. Karya monumentalnya
adalah Al-Muqaddimah (1284 H), yang secara
orisinal dan luas membahas kajian
sejarah, budaya, dan sosial.
Adapun inti atau pokok-pokok
pikiran dalam teori Khaldun tersebut, sebagai dikemukakan dalam Al-Muqaddimah itu sebagai berikut :
a) Kebudayaan adalah masyarakat
manusia yang dilandaskan di atas hubungan
antara manusia dan tanah di satu sisi, dan hubungan manusia dengan manusia
lainnya di sisi lain yang menimbulkan upaya mereka untuk memecahkan kesulitan-kesulitan lingkungan, mendapatkan
kesenangan dan kecukupan dengan membangun industri, menyusun hukum, dan menertibkan
transaksi.
b) Bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat fase, yaitu (1) fase primitif atau nomaden, (2) fase urbanisasi, (3) fase kemewahan, dan (4) fase kemunduran yang mengantarkan kehancuran.
c) Kehidupan
fase
primitif
atau
nomaden
adalah
bentuk
kehidupan
manusia terdahulu (tertua)
yang pernah ada. Pada masa ini sifat kehidupan
kasar namun diwarnai oleh
keberanian dan ketangguhan yang mendorong mereka untuk menundukkan kelompok-kelompok lain. Selain
itu pada masa ini juga pada
kelompok-kelompok tersebut tumbuh solidaritas, ikatan,
dan persatuan yang menopang
mereka meraih kekuasaan dan kesenangan. Dalam fase kedua (urbanisasi), pembangunan yang mereka lakukan tetap berlangsung sehingga perkembangan kebudayaan semakin maju khusunya
di kota-kota..
d) Pada fase ketiga (kemewahan), banyak kelompok yang tenggelam
dalam masa kemewahan, di mana pada fase ini dicirikan oleh beberapa indikator, seperti;
ketangguhan dalam mempertahankan diri, memperoleh
kemewahan dalam kekayaan,
keinginan untuk hidup bebas, mengejar nafsu kepuasan dan kesenangan, namun di pihak
lain ada juga yang menghendaki pada kesederhanaan. Akibatnya terjadi friksi
dan solidaritas mereka menjadi melemah.
e) Pada fase kemunduran, kerajaan,
pemerintahan melalaikan urusan kenegaraan/pemerintahan dan kemasyarakatan, yang mempercepat kehancuran di mana ditandai ketidakmampuannya dalam mempertahankan dirinya lag. Ini pertanda
usainya daur kultural dalam
sejarahnya dan bermulanya daur baru dan begitu seterusnya.
f) Biasanya
kelompok-kelompok yang terkalahkan
akan selalu mengekor
kepada kelompk-kelompok yang menang, baik dalam slogan,
pakaian, kendaraan, dan tradisi
lainnya.
2)
Teori
Daur Kultural Spiral => (Giambattista Vico)
Nama filosof sejarah
Italia Giambattista Vico (1668-1744)
memang jarang dikenal, padahal
jasanya begitu besar terutama dalam teorinya
tentang gerak sejarah ibarat daur cultural spiral yang
dimuat dalam karyanya The New Science
(1723) yang telah
diterjemahkan Down tahun 1961. Atau mungkin
karena
teorinya yang sering diidentikkan dengan teori siklus di mana nama-nama besar tokoh lainnya seperti Pitirim Sorokin (1889-1966), Oswald Spengler (1880-1936), Arnold Toynbee (1889-1975), melebihi bayangan nama besarnya.
Secara makro, pokok-pokok pikiran Vico yang tertuang dalam teori daur spiralnya dalam The New Science
(1723) tersebut adalah sebagai
berikut :
a) Perjalanan sejarah
bukanlah seperti roda yang berputar
mengitari dirinya sendiri sehingga memungkinkan seorang filosof meramalkan terjadinya hal yang sama pada masa
depan.
b) Sejarah berputar dalam
gerakan spiral
yang
mendaki dan
selalu memperbaharui diri,
seperti gerakan
pendaki gunung yang mendakinya melalui jalan melingkar ke atas di mana setiap lingkaran selanjutnya
lebih tinggi dari lingkaran sebelumnya, sehingga
ufuknya pun semakin luas dan
jauh.
c) Masyarakat manusia bergerak
melalui fase-fase perkembangan tertentu dan terjalin erat dengan kemanusiaan yang dicirikan oleh gerak kemajuan dalam
tiga fase yaitu; fase telogis, fase
herois, dan fase humanistis.
d) Ide kemajuan adalah substansial, meski tidak melalui satu perjalanan lurus ke
depan, tetapi bergerak dalam lingkaran-lingkaran histories yang satu sama lain saling berpengaruh. Dalam setiap lingkaran pola-pola budaya yang berkembang dalam
masyarakat, baik agama, politik, seni, sastera, hukum, dan
filsafat saling terjalin secara organis dan internal, sehingga masing-masing lingkaran itu memiliki corak cultural khususnya yang merembes
ke dalam berbagai rung lingkup kulturalnya.
3)
Teori
Tantangan Dan Tanggapan => (Arnold Toynbee)
Arnold Toynbee (1889-1975)
seorang sejarawan Inggeris yang ia juga pendukung teori siklus. Lahir, tumbuh, mandek,
hancur. Seperti halnya Khaldun yang
dikenal sebagai “jenius Arab”, Toynbee
melihat bahwa proses lahir, tumbuh, mandek,
dan hancur suatu kehidupan sosial, lebih ditekankan
pada masyarakat atau peradaban
sebagai unit studinya
yang lebih luas dan komprehensif, dari pada studi terhadap sesuatu bangsa maupun periode tertentu. Pemikiran-pemikiran
Toynbee yang cemerlang itu dituangkan dalam karya monumentalnya terbit sebanyak 12 jilid, dan ringkasan dari karyanya itu adalah A Study of History.
Pokok-pokok pikiran dari teori tantangan
dan tanggapan (challenge and response) tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
a) Menurut
Toynbee terdapat 21 pusat peradaban di dunia (misalnya
peradaban; Mesir kuno, India, Sumeria, Babilonia, dan peradaban Barat atau Kristen).
Enam peradaban muncul serentak dari masyarakat primitif: Mesir, Sumeria, Cina Maya, Minoa (di P.Kreta)
dan
India.
Masing-masing muncul
secara
terpisah dari yang lain, dan terlihat
di kawasan luas yang terpisah. Semua peradaban lain berasal dari enam peradaban asli ini. Sebagai tambahan, sudah ada tiga peradaban gagal (peradaban
Kristen Barat Jauh, Kristen Timur
Jauh, dan Skandinavia), dan lima
peradaban yang masih bertahan
(Polinesia, Eskimo, Nomadik, Ottoman,
dan Spartan)..
b) Peradaban muncul sebagai
tanggapan (response) atas tantangan (challenge) walaupun bukan atas dasar murni hukum sebab-akibat, melainkan hanya sekedar hubungan, dan hubungan
itu dapat terjadi
antara manusia dan alam atau antara manusia dan manusia.
c) Sebagai contoh,
peradaban
Mesir
muncul sebagai hasil tanggapan
yang
memadai
atas tantangan yang berasal dari rawa dan hutan belantara lembah Sungai Nil,
sedangkan peradaban lain muncul dari tantangan konflik antar kelompok.
d) Berjenis-jenis
tantangan
yang
berbeda dapat menjadi
tantangan
yang
diperlukan bagi kemunculan suatu
peradaban.
e) Terdapat
lima perangsang yang berbeda bagi kemunculan peradaban, yakni kawasan yang ;
(a) ganas, (b) baru, (c) diperebutkan, (d) ditindas, (e) tempat pembuangan.
f) Kawasan yang
ganas, mengacu kepada
lingkungan fisik yang
sukar ditaklukkan, seperti yang disediakan lembah.
Kawasan baru, mengacu kepada daerah yang belum pernah dihuni dan diolah. Kawasan
yang diperebutkan, termasuk yang
baru ditaklukkan dengan kekuatan militer.
Kawasan tertindas, menunjukkan suatu situasi
ancaman dari luar yang berkepanjangan. Kawasan hukuman/pembuangan,
mengacu kepada kawasan tempat kelas dan ras yang secara histories
telah menjadi sasaran penindasan, diskriminasi dan
eksploitasi.
g) Antara tantangan
dan
tanggapan
berbentuk
kurva
linear. Artinya, tingkat kesukaran yang
sangat besar dapat membangkitkan tanggapan memadai; tetapi tantangan ekstem dalam arti terlalu lemah dan terlalu keras, tidak
memungkinkan
dapat membangkitkan tanggapan yang memadai. Atau jika tantangan
terlalu
keras, peradaban
bisa hancur atau terhambat perkembangannya; dalam kasus seperti itu tantangan mempunyai cukup
kekuatan untuk mencegah perkembangan normal, meskipun tak cukup keras sehingga menyebabkan kehancurannya.
h) Untuk terciptanya suatu tanggapan yang memadai kriteria pertama adalah keras-lunaknya tantangan. Kriteria kedua, kehadiran elit kreatif
yang akan memimpin dalam
memberikan tanggapan atas tantangan itu. Sebab seluruh tindakan sosial
adalah karya indindividu-individu pencipta,
atau yang terbanyak karya minoritas
kreatif itu. Namun kebanyakan umat manusia
cenderung
tetap terperosok ke dalam cara-cara hidup lama. Oleh karena itu tugas minoritas
kreatif bukanlah semata- matamenciptakan bentuk-bentuk proses
sosial baru, tetapi menciptakan cara-
cara barisan belakang yang mandek itu
bersama-sama dengan mereka untuk mencapai kemajuan.
4)
Teori
Dialektika Kemajuan => (Jan Romein)
Jan Marius Romein adalah teoretisi dan sejarawan Belanda (1893-1962) yang pertama kalinya melihat gejala lompatan dalam
sejarah umat
manusia sebagai suatu kecenderungan umum
dalam kemajuan maupun keberlanjutan. Pikiran-pikiran Jan Romein ini ditungkan dalam
”Dialektika Kemajuan” atau De
Dialektiek van de Vooruitgang: Bijdrage tot het ontwikkelingsbegrip in de
geschiedenis (1935). Adapun pokok-pokok pikiran teori Jan Romen tersebut
sebagai berikut :
a) Gerak sejarah
umat
manusia itu kebalikan dari berkembangnya secara berangsur-angsur (evolusi), melainkan maju
dengan lompatan-lompatan yang dadakan sebanding dengan mutasi yang dikenal dalam dunia
alam hidup.
b) Suatu langkah baru dalam evolusi manusia itu kecil kemungkinannya terjadi dalam masyarakat yang telah mencapai tingkat
kesempurnaan yang tinggi
dalam arah tertentu. Sebaliknya
kemajuan yang pernah dicapai
di masa lalu, mungkin akan berlaku sebagai
suatu penghambat terhadap
kemajuan lebih lanjut (Wertheim, 1976: 58).
Sebab, suatu suasana yang puas diri dan adanya kepentingan yang bercokol
pada kelompok itu cenderung menentang langkah- langkah lebih jauh yang
mungkin menyangkut suatu perombakan menyeluruh
terhadap lembaga-lembaga atau
perlengkapan yang sudah ada.
c) Dengan demikian
keterbelakangan
dalam
hal-hal
tetentu
dapat
dijadikan
sebagai suatu keunggulan (situasi yang
menguntungkan) untuk mengejar ketinggalannya. Sebaliknya kemajuan yang relatif pesat di masa lalu, dapat
berlaku sebagai sebagai penghambat kemajuan.
Inilah yang dinamakan Dialektika Kemajuan (Dialectics of Progress)
5)
Teori
Despotisme Timur => (Wittfogel)
Karl Wittfogel penulis buku Oriental Despotism (1957) mengemukakan teori-teorinya sebagai berikut :
a) Cara
produksi Asiatis, yang menurut pendapatnya khas pada masyarakat- masyarakat yang berdasar irigasi besar-besaran, telah menimbulkan suatu garis lain dalam perspektif
evolusi.
b) Masyarakat-masyarakat
hidrolis,
tidak
mesti dicirikan oleh irigasi, tetapi
dalam hal-hal tertentu oleh bangunan-bangunan drainase besar-besaran, adalah tipikal Despotisme Timur, yang menjalankan
dan perintah dengan kekuasaan total oleh suatu birokrasi yang bercabang luas
dan
terpusat, serta secara
tajam mesti dibedakan dari masyarakat
feudal, seperti dikenal dalam masyarakat di Eropa Barat dan Jepang.
c) Bila masyarakat-masyarakat feudal memungkinkan suatu
perkembangan menuju kapitalisme borjuis, maka birokrasi-birokrasi Asiatis
itu mencakup Tsar Rusia, sama sekali tidak cocok
bagi perkembangan apapun menuju suatu
struktur yang lebih modern.
d) Struktur-struktur politik baru yang dilahirkan di kerajaan-kerajaan despotis
Timur
di masa lalu, (Rusia
dan Cina) sebenarnya tidak
dapat dipandang sebagai suatu sub-tipe dari suatu masyarakat
modern atau sebagai
sesuatu yang baru, melainkan hanya merupakan salinan-salinan
dari despotisme-despotisme Timur tradisional, di mana kemungkinan-kemungkinan
untuk menjalankan kekuasaan
mutlak dan terror, telah berkembang hingga tingkat yang luar biasa tingginya.
e) Doktrin
ini bermaksud menunjukkan bahwa Uni Soviet (sekarang Rusia) maupun Cina tidak dapat menawarkan
apapun yang mungkin diinginkan
oleh bangsa-bangsa lain , dan bahwa jalan satu-satunya kearah kemajuan adalah mengikuti garis “peradaban modern yang berdasarkan hak milik”. Dan, garis
ini menurut Wittfogel, tampaknya
tidak lagi
menuju pada sosialisme, melainkan
hanya “bergerak menuju suatu masyarakat polisentrisme dan
demokratis”, di mana kompleks-kompleks
birokrasi yang lebih besar saling mengendalikan satu sama lain.
6)
Teori
Perkembangan Sejarah Dan Masyarakat => (Karl Marx)
Karl Heinrich Marx
(1818-1883). Ia adalah ilmuwan sosial revolusioner Jerman yang analisisnya
tentang masyarakat kapitalis menjadi basis teoretis
untuk pergerakan sejarah dan politik. Kontribusi utama Marx terletak pada
penekanannya terhadap peran faktor
ekonomi. Berubahnya cara masyarakat dalam mereproduksi alat-alat subsistensi.
Dalam membentuk jalannya sejarah. Perspektif ini mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap seluruh jajaran ilmu sosial. Teori besar sosiohistoris Marx, yang sering disebut sebagai konsesepsi sejarah
materialis atau materialisme historis, dapat diungkap dari perkataan
Friederich Engels, sahabat terdekatnya.
Sebab yang utama dan kekuatan penggerak terbesar dari
semua peristiwa sejarah yang penting terletak pada perkembangan ekonomi masyarakat, pada perubahan-perubahan model dalam produksi dan pertukaran, pada pembagian masyarakat
dalam kelas-kelas yang berlainan, dan pada perjuangan kelas-kelas ini melawan kelas yang lain.
Teori-teorinya tentang gerak
sejarah dan maysarakat, tertuang dalam Die
Deutch Ideologie (Idelogi Jerman) tahun 1845-1846, yang secara ringkas dikemukakan oleh Shaw, (2000: 622-623). Sebagai berikut :
a)
Struktur ekonomi
masyarakat yang ditopang oleh
relasi-relasinya dengan produksi, merupakan fondasi
riil masyarakat. Struktur tersebut sebagai dasar munculnya ”suprastruktur hukum dan politik,
dan berkaitan bentuk
tertentu dari kesadaran sosial”. Di sisi lain, relasi-relasi produksi masyarakat itu sendiri berkaitan dengan tahap perkembangan tenaga-tenaga
produktif material (masyarakat). Dalam kerangka ini model produksi dari kehidupan material
akan mempersiapkan proses kehidupan sosial,
politik, dan intelektual pada umumnya.
b)
Seiring tenaga produktif masyarakat berkembang, tenaga-tenaga produktif ini mengalami pertentanagan
dengan berbagai relasi produksi yang
ada, sehingga membelenggu pertumbuhannya. Kemudian ”mulailah suatu
era revolusi sosial”. Seiring
dengan terpecahnya masyarakat akibat
konflik.
c)
Konflik-konflik itu terselesaikan sedemikian rupa. Sehingga menguntungkan tenaga-tenaga
produktif, lalu muncul relasi-relasi
produksi yang baru dan lebih tinggi yang persyaratan materiilnya telah ”matang” dalam rahim masyarakat itu sendiri.
Masyarakat dan pemerintahan kelas memang tidak
terhindarkan sekaligus diperlukan untuk memaksa produktivitas para produsen agar melampaui tingkat subsitensinya. Namun kemajauan
produktif yang dihasilkan kapitalisme tersebut menghancurkan
kelayakan
dan
landasan
historis pemerintahan kelas. Karena negara
merupakan alat suatu kelas untuk mengamankan pemerintahannya,
maka negara akan melemah dalam masyarakat pasca kelas.
d)
Relasi-relasi
produksi yang lebih
baru dan lebih tinggi ini mengakomodasi secara lebih baik keberlangsungan pertumbuhan
kapasitas produksi masyarakat. Di sinilah model produksi borjuis
mewakili era progresif yang paling baru dalam formasi
ekonomi masyarakat, tetapi hal ini merupakan bentuk produksi antagonistik yang terakhir. Dengan matinya bentuk produksi
tersebut, maka prasejarah kemanuaisaan berakhir.
e)
Di sinilah kapitalisme akan hancur oleh hasratnya
sendiri untuk meletakkan
masyarakat pada
tingkat
produktif yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya. Selain itu perkembangan
tenaga-tenaga produktif yang membayangkan
munculnya kapitalisme sebagai
respons terhadap tingkat tenaga produktif pada awal mula terbentuk.
f)
Dengan demikian perkembangan kapasitas produktif masyarakat
menentukan corak utama evolusi
yang dihasilkan, yang pada gilirannya menciptakan
institusi-institusi hukum dan politik masyarakat
atau suprastruktur.
7)
Teori
Feminisme => (Wollstonecraft)
Mary Wollstonecraft adalah seorang Inggeris yang berasal
dari keluarga yang berantakan. Sebagai seorang
pemikir
otodidak
yang
berani dan radikal, Wollstonecraft
menulis beberapa buku.
Buku yang pertama ia tulis adalah
Thoughts on the Educations of Daughters. Pada tahun 1785 ia beralih profesi sebagai
penulis wanita. Selama beberapa
berikutnya ia menerbitkan
ulasan-ulasan, menerjemahkan karya-karya besar, serta
menulis lebih banyak lagi
buku-bukunya. Dan yang lebih tragis lagi, ia mendapatkan
citra buruk karena dukungan penuhnya terhadap prinsip-prinsip republican
dalam bukunya A Vincication of the Rights of Man (1790), yang merupakan
salah satu dari sekian
banyak tanggapan atas kritik Edmund
Burke terhadap Revolusi Prancis. Karyanya yang paling terkenal adalah A
Vindication of the Rights of Woman, (1792) menyusul 2 tahun setelah memperoleh
citra buruk atas karya sebelumnya.
Isi pokok pemikiran
Wollstonecraft, adalah sebagai berikut :
a) Salah satu ciri yang paling universal
sekaligus mencolok adalah subordinasi wanita atas pria. Sekalipun
hari ini banyak kemajuan-kemajuan politik dan budaya yang
diperolehnya tetap masyarakat menempatkan
subordinat posisi pria.
b) Dalam beberapa
segi, hal ini disebabkan oleh kaum wanita
itu sendiri yang berprasangka buruk terhadap kapabilitas bakat-bakat dan kapasitas-kapasitas
mereka sendiri. Sebuah pandangan yang diajukan oleh banyak penulis
dan pemikir pembenci wanita.
c) Padahal pria dan wanita sama-sama mampu berna;ar
dan memperbaiki diri. Meski demikian kapasitas wanita
bagi tindakan rasional, bagi keseluruhan sejati, telah dikurangi oleh
beragamnya institusi sosial dan tuntutan-tuntutan budaya.
d) Masyarakat dan aum pria telah membatasi kesempatan-kesempatan yang dimiliki wanita untuk menggunakan kemampuan alaminya
bagi kebaikan masyarakat.
e) “Keluhuran-keluhuran
jinak” dan “kesenagan-kesenangan hampa” telah mendorong kaum wanita berfokus pada penyanjungan dan penyenangan
pria, yang dapat menjauhkan wanita
untuk berkontribusi pada kehidupan moral, budaya, dan politik.
f) Wanita tidak
boleh memiliki status “inferior” sekalipun
penyebabnya oleh kaum wanita itu sendiri yang begitu pasrah menerima citra mereka yang tidak
menguntungkan diri.
g) Semakin baik pendidikan
mereka, semakin baik wanita menjadi warganegara,
istri, dan ibu. Wanita terdidik adalah orang-orang yang lebih rasional dan lebih
luhur.
Komentar
Posting Komentar
Komentarlah yang sopan