PEMETAAN TEORI-TEORI DALAM ILMU SOSIAL_01


Tugas Individu :

MATA KULIAH
TEORI-TEORI ILMU SOSIAL

(“PEMETAAN TEORI-TOERI DALAM ILMU SOSIAL”)


Dosen Pengampu
Dr. Arlin Adam,  S.Kom,  M.Kes







OLEH

             NAMA                            : SALEHUDDIN
             NIM                                : 12B02022
             JURUSAN                      : ILMU PENEGETAHUAN SOSIAL
             KEKHUSUSAN             : PENDIDIKAN SOSIOLOGI     
                                     



PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2012


PEMETAAN TEORI-TEORI DALAM ILMU SOSIAL


1.             TEORI-TEORI ILMU SOSIOLOGI
Dalam kebanyakan ilmu pengetahuan yang lebih tua, seperti ilmu-ilmu fisik dan ilmu kimia, kebanyakan dari ilmu pengetahuan tersebut diterangkan oleh sejumlah Grand Theory yang sangat komplementer dan saling berhubungan yang diterima oleh semua spesialis dalam disiplin ilmu. Grand Theory adalah seluruh abstrak dan termasuk teori yang menjelaskan kebanyakan dari fakta dalam suatu disiplin  dan menempatkan kebanyakan dari prinsip dan peraturan umum dalam  suatu sistem terpadu.
Sejumlah teori dalam ilmu sosiologi di antaranya :
1)       Teori Tindakan Sosial dan Sistem Sosial => Talcot Parsons
a.         Teori tindakan sosial
Teori ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran sosiolog sebelumnya, seperti Alfred Marshall, Vilfredo Pareto, Emile Durkheim, dan Max Weber yang dituangkan dalam The Structure of Social Action. Inti argumennya adalah bahwa keempat tokoh teoritis tersebut akhirnya sampai pada suat titik temu dengan elemen-elemen dasar untuk suat teori tindakan sosial yang bersifat voluntaristik, walaupun mereka berbeda dalam pendapatnya.
Dalam analisisnya Parsons menggunakan (means ends framework) yang intinya (a) tindakan itu diarahkan pada tujuannya atau memiliki suatu tujuan, (b) tindakan terjadi dalam situasi, di mana beberapa elemennya sudah pasti, sedangkan elemen-elemen lainnya digunakan oleh yang bertindak sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut, (c) secara normatif tindakan itu diatur sehubungan penentuan alat dan tujuan. Dalam arti bahwa tindakan itu dilihat sebagai satuan kenyataan sosial yang terkecil dan paling fundamental.
b.        Teori sistem sosial
Parsons melihat bahwa kenyataan sosial dari suatu perspektif yang sangat luas, yang tidak terbatas pada tingkat struktur sosial saja. Berulang kali ia menunjuk pendekatannya sebagai suatu teori mengenai tindakan yang bersifat umum sebagaimana ia ungkapkan ide-idenya tersebut dalam karyanya Toward A General Theory of Action (1951a) bersama Edward A. Shils, dan The Social System (1951b). Sistem sosial hanyalah sasalh satu dari sistem-sistem yang termasuk dalam perspektif keseluruhan; sistem kepribadian dan sistem budaya merupakan sistem-sistem yang secara analitis dapat dibedakan, juga termasuk di dalamnya. Seperti hanlnya dengan organisme perilaku. Dalam analisisnya lebih lanjut, sistem-sistem sosial terbentuk dari tindakan-tindakan sosial individu.
Dalam teori sistem sosial tersebut Parsons dan rekan-rekanya mengembangkan kerangka A-G-I-L (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latent Pattern Maintenance), sebagai empat persayarat-persyaratan fungsional dalam semua sistem soail dikembangkan.
Keempat persyaratan fungsional tersebut dipandang Parsons sebagai suatu keseluruhan yang juga terlibat dalam saling tukar lingkungannya. Lingkungan sistem sosial itu terdiri atas; lingkungan fisik, sistem kepribadian, sistem budaya, dan organisme perilaku. Pendekatan fungsionalisme structural sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Parsons dan para pengikutnya, dapat kita kaji  melalui sejumlah anggapan dasar mereka sebagai berikut :
1)      Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari pada bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
2)      Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi di antara bagian- bagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal-balik.
3)      Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis : menanggapi perubahan-perubahan yang dating dari luar dengan kecenderungan memelihara agar perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sistem sebagai akibatnya hanya akan mencapai derajat yang minimal.
4)      Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan senantiasa terjadi juga, akan tetapi di dalam jangka panjang   keadaa tersebut   pada   akhirnya   aka teratasi   dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya yang sempurna tidak akan pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan senantiasa berproses ke arah itu.
5)      Perubahan-perubahan di dalam  sistem  sosial  pada  umumnya terjadi secara gradual, melalui penyesuaian, dan tidak berlangsung secara revolusioner. Perubahan yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi bangunan dasarnya tidak seberapa mengalami perubahan.

2)             Teori evolusi sosial => (Herbert Spencer)
Herbert Spencer adalah seorang sosiolog Inggeris yang banyak menggunakan bahan etnogafi secara luas dan sistematis mengemukakan teorinya. Dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology (1876-1896), ada beberapa hal yang menjadi asumsi dari konsep teorinya, di antara yaitu:
a.         Masyarakat yang merupakan suatu organisme, berevolusi menurut pertumbuhan manusia, seperti tubuh yang hidup, masyarakat bermula seperti kuman, berasal dari massa yang dalam segala hal dapat dibandingkan dengan massa itu sebagian di antaranya akhirnya dapat didekati.
b.         Suku primitif berkembang melalui peningkatan jumlah anggotanya, perkembangan itu mencapai suatu titik di mana suatu suku terpisah menjadi beberapa suku yang secara bertahap  timbul  beberapa  perbedaan  satu  sama  lain.  Perkembangan ini  bisa  terjadi seperti pengulangan maupun terbentuk dalam proses yang lebih luas dalam penyatuan beberapa suku. Penyatuan ini terjadi tanpa melenyapkan pembagian yang sebelumnya disebabkan oleh pemisahan.
c.         Pertmbuhan masyarakat tidak sekedar menyebabkan perbanyakan dan penyatuan kelompok,   tetapi   juga   meningkatkan   kepadatan   penduduk   atau   meningkatkan solidaritas, bahkan memejukan massa yang lebih akrab.
d.        Dalam  tahapan masyarakat yang  belum  beradab  (un-civilised) itu  bersifat homogen, karena mereka terdiri dari kumpulan manusia yang memiliki kewenangan, kekuasaan, dan fungsi yang relatif sama, terkecuali masalah jenis kelamin.
e.         Suku  nomaden  memiliki  ikatan,  karena  dipersatukan  oleh  oleh ketundukan  kepada pemimpin suku. Ikatan ini mengikat hingga mencapai masyarakat beradab yang cukup diintegrasikan bersama ”selama 1000 tahun lebih”.
f.          Jenis kelamin pria, diidentikkan dengan simbol-simbol yang menuntut kekuatan fisik seperti; keprajuritan, pemburu, nelayan, dan lain-lain.
g.         Kepemimpinan muncul sebagai konsekuensi munculnya keluarga yang sifatnya tidak tetap atau nomaden.
h.         Wewenang dan kekuasaan seseorang ditentukan oleh kekuatan fisik,   kecerdikan seseorang dan selanjutnya kewenangan dan kekuasaan tersebut memiliki sifat yang diwariskan dalam keluarga tertentu.
i.           Peningkatan  kapasitas  juga  menandai  proses  pertumbuhan  masyarakat.  Organisasi-organisasi sosial yang mula-mula masih samar-samar, pertumbuhannya mulai mantap secara perlahan-lahan, kemudian adat menjadi hukum, hukum menjadi semakin khusus dan institusi sosial semakin terpisah berbeda-beda. ”Jadi dalam sebaga hal memenuhi formula evolusi. Ada kemajuan menuju: ukuran, ikatan, keanekaragaman bentuk dan kepastian, yang semakin besar.
j.           Perkembangan juga ditandai oleh adanya pemisahan unsur-unsur religius dan sekuler.
k.         Begitu-pun  sistem  pemerintahan  bertambah  kompleks,  dan  diferensiasi  juga  timbul dalam organisasi sosial termasuk tumbuhnya kelas-kelas sosial dalam masyarakat yang ditandai oleh suatu pembagian kerja.

3)             Teori teknologi dan ketinggalan budaya (cultural lag) => (William F. Ogburn)
Pemikiran-pemikiran   Ogburn   dapat   digolongkan   dalam   pendekatan   perilaku (behaviorisme), oleh karena itu Ogburn dalam karyanaya Social Change with Respect to Culture and Original Nature, mengemukakan beberapa konsep:

a.         Perilaku manusia merupakan produk warisan sosial atau budaya, bukan, dan bukan produk faktor-faktor bilogis yang diturunkan lewat keturunan.
b.         Kenyataan sosial pada dasarnya terdiri atas pola-pola perilaku individu yang nyata dan konsekuensi-konsekuensinya. Pola-pola  perilaku  nyata  memperlihatkan suatu  tingkat keteraturan  yang  tinggi  yang  melahirkan  penemuan-penemuan  baru  yang  inovatif,  sedangkan konsekuensi-konsekuensinya adalah ketimpangan integrasi (malintegration) atau ketegangan antara kebudayaan materi yang jauh lebih maju dengan kebudayaan non-materi yang tertinggal.
c.         Perubahan-perubahan kebudayaan materil terbentang dari mulai dari penemuan awal seperti perkakas tangan sampai ke komputer yang beroperasi dengan cepat, dan satelit- satelit  komunikasi.  Sedangkan  kebudayaan  non-materil  seperti  kebiasaan,  tata  cara organisasi sosial, yang akhirnya berkonsekuensi harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan-kebudayaan materil. Namun karena adanya berbagai sumber yang menolak perubahan, proses penyesuaian ini selalu ketinggalan di belakang perubahan-perubahan budaya  materil.  Akibatnya  adalah  terjadinya  ketimpangan integrasi  (malintegration) atau ketegangan budaya antara budaya materil dan non-materil.
d.        Kebudayaan  non-materil  yang  tidak  mampu  mengejar  karena  kecepatan  perubahan dalam  kebudayaan materil  terus-menerus melaju.  Hasilnya  adalah  suatu  ketegangan yang  terus-menerus  meningkat  antara  budaya  materil  dengan  non-materil  akhirnya selalu menimbulkan ketertinggalan budaya (cultur lag) khususnya budaya non-materil.

4)             Teori Dramaturgi => (Erving Goffman)
Erving Goffman adalah seorang sosiolog asal Kanada yang terkenal dengan teori Dramaturgi di dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life (1959). Dramaturgi adalah teori sosiologi yang beranjak dari interaksi sosial manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam teori Dramaturgi, tindakan manusia disesuaikan dengan waktu, tempat dan penonton. Interaksi sosial dimaknai oleh Goffman sama dengan pertunjukan teater. Goffman menggunakan metafor teater untuk menjelaskan metodenya tentang bagaimana manusia hadir di depan manusia lainnya berdasarkan pada budaya, nilai, norma dan sebagainya.
Menurut Goffman, kita menjadi aktor dan membuat panggung ketika berinteraksi dengan orang lain. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada kesepakatan perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan manusia kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang actor memainkan perannya. Front Personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasan perasaan dari sang actor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu Penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status social actor. Dan Gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan actor dalam situasi tertentu. Back stage(panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh tim (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing aktor)
Dramarturgi hanya dapat berlaku di institusi total. Institusi total yang dimaksud adalah institusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau keseluruhan kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut. Individu ini berlaku sebagai sub-ordinat yang sangat tergantung kepada organisasi dan orang yang berwenang atasnya. Ciri-ciri institusi total antara lain dikendalikan oleh kekuasan (hegemoni) dan memiliki hierarki yang jelas. Dramaturgi dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang menuntut pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya pemberontakan.
5)             Teori Strukturasi => (Anthony Giddens)
Teori strukturasi adalah suatu teori yang berusaha untuk mengintegrasikan dua paham yang berbeda dan berusaha mencari jalan tengah mengenai dualisme yang menggejala dalam ilmu-ilmu sosial. Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme struktural, yang cenderung ke obyektifisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, interaksionisme simbolik, yang cenderung ke subyektifisme).
Giddens berpandangan bahwa dualisme yang ada antara agen-struktur terjadi karna struktural-fungsional, yang menurutnya terjebak pada pandangan naturalistik. Pandangan naturalistik mereduksi aktor dalam stuktur, kemudian sejarah dipandang secara mekanis, dan bukan suatu produk kontingensi dari aktivitas agen. Sedangkan konstruksionisme-fenomenologis, yang baginya disebut sebagai akhir dari imperialisme subjek. Oleh karenanya ia ingin mengakiri klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.
Teori strukturasi berusaha mengawinkan atau menyatukan dua pandangan yang berseberangan, dengan melihat hubungan dualitas antara agen dan struktur dan sentralitas ruang dan waktu. Dimulai dualitas (hubungan timbal-balik) yang terjadi antara agen dan struktur di dalam “praktik sosial (social practicesI) yang berulang dan terpola dalam ruang dan waktu.
Giddens melihat sentralitas ruang dan waktu, sebagai poros yang menggerakkan teori strukturasi dimana sentralitas ruang dan waktu menjadi kritik atas statika melawan dinamika maupun stabilitas melawan perubahan, ruang dan waktu merupakan unsur konstitutif tindakan dan pengorganisasian masyarakat. Hubungan ruang dan waktu bersifat kodrati dan menyangkut makna serta hakikat tindakan itu sendiri.

6)             Teori Globalisasi “Of Nothing” => (George Ritzer)
Dalam tulisannya yang berjudul The Globalization of Nothing (2004), Ritzer mengemukakan bahwa:
1.      Yang dimaksud ‘nothing’ oleh Rizer secara umum adalah bentuk yang dibayangkan dan dikontrol  secara  sentral  yang  sebagian  besar  adalah  kosong  dari  isi  yang  distingtif. Dengan  demikian  nothing’  berarti  bukan  sesuatu,  yakni  sesuatu  bukan  akibat  dari sesuatu yang lain., maka dari itu globalisasi cenderung menyebarkan nothing ke seluruh dunia.
2.      Sebaliknya,  sesuatu  (something)  didefinisikan  sebagai  bentuk  yang  dibayangkan  dan dikontrol  secara  indigenous  yang  sebagian  besar  kaya  dalam  isi  distingtif.  Dengan demikian lebih mudah untuk mengekspor bentuk-bentuk kosong ke seluruh dunia daripada mengekspor bentuk-bentuk yang penuh dengan isi yang distingtif. Karena bentuk-bentuk yang kosong lebih kecil kemungkinannya berkonflik dengan isi-isi lokal. Selain itu bentuk-bentuk yang kosong karena minimalis, mereka mudah bereplikasi terus menerus dan lebih menguntungkan karena reproduksinya relatif murah. Contohnya yang mudah kita kenal adalah mall perbelanjaan, yang merupakan struktur yang sebagian besar kosong dan mudah direplikasi keseluruh dunia serta dapat diisi dengan barang-barang yang spesifik tanpa batas atau diisi something..
3.      Terdapat empat tipe nothing yang sebagian ataupun semuanya kosong dari isi yang yang distingtif namun sedang mengglobal, yakni:
a)      non-places atau setting yang sebagian besar kosong dari isi, misalnya  mall seperti yang telah didiskusikan di atas.
b)      non-things, sepert kartu  kredit, di  mana  tidak  banyak berbeda dari kartu  kredit seseorang dengan jutaan kartu kredit orang lain.
c)      non-people, atau jenis karyawan yang diasosiasikan dengan misalnya telemarketer dan berinteraksi dengan semua konsumen dengan cara yang hampir sama dengan mengandalkan pada scripts.
d)     non-servis, misalnya yang disediakan oleh ATM di mana pelayanan yang disediakan sama, konsumen mengerjakan sesuatu untuk mendapatkan layanannya, di mana hal ini berbeda dengan karyawan teller bank.
4.      Untuk membedakan nothing dengan something, non-places dengan places, non-peolple dengan people, non-services dengan  services,  tersebut terdapat lima hal yang dapat dilakukan. Dan, kutub sebelah kiri dari perbedaan ini adalah:ujung dari kontinum sesuatu (something), sedangkan yang kanan adalah ujung bukan sesuatu (nothing).
a)      Unique Generic. Hal yang unik cenderung menjadi something. Misalnya Olden burg (1989) telah menulis apa yang dinamakan great good places seperti kedai dan  kafe  local.  Hal-hal  yang  berhubungan dengan; makanan  dan  pelanggannya berada pada ujung unik. Sedangkan gerai rantai fast-food jelas merupakan contoh generic.
b)      Local-Ties – Lack of Local Ties. Ikatan terhadap komunitas local cenderung diasosiasikan dengan something, sedangkan kurangnya ikatan semacam itu diasosiasikan dengan nothing.
c)      Temporally Specific – Timeless. Seperti halnya yang terikat dengan ruang, hal-hal yang teriakt  dengan periode waktu tertentu cenderun menjadi   something, sedangkan yang tidak terikat dengan waktu tertentu cenderung menjadi nothing.
d)     Humanized Dehumanized. Hal yang banyak memuat hubungan antar manusia cenderung menjadikan something, sedangkan yang kurang berhubungan dengan manusia itu cenderung nothing seperti konsep dehumanisasi.
e)      Enchanted – Disenchanted. Kontinum ini cenderung mengumpulkan semua yang sudah ada. Yang merupakan something cenderung mempunyai kualitas dan daya “magis yang memikat, sedangkan yang nothing lebih memungkinkan bersifat tidak begitu memikat ataupun magis. Dengan demikian makanan yang diberikan kepada kita dari Domino dan dalam paket yang dapat dimasak dalam microwave untuk makan malam, tampaknya sedikit kemungkinannya untuk membuat kita terpesona pada makanan itu. Sebaliknya makanan yang dibuat sendiri   oleh ahlinya, memungkinkan akan lebih diminati dan menarik. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI-TEORI ILMU SEJARAH

TEORI-TEORI ILMU GEOGRAFI

TEORI-TEORI ILMU ANTROPOLOGI