TEORI-TEORI ILMU EKONOMI
5.
TEORI-TEORI
ILMU EKONOMI
1)
Teori
Ekonomi Klasik => (Adam Smith)
Teori ini merupakan
karya Adam Smith yang dituangkan dalam buku
An Inquiry into Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776). Smith adalah seorang Guru besar Falsafah Moral
di Universitas Glasgow yang memusatkan perhatiannya kepada persoaan-persoalan umum,
yaitu
bagaimana menciptakan kerangka politik
dan
sosial
yang
mendorong pertumbuhan
ekonomi secara swasembada.
Adapun pokok-pokok pikiran dari teori sebagai berikut :
a) Kebijaksanaan Pasar Bebas: dalam arti tercapainya suatu keterlibatan pemerintah yang minimum untuk mencapai
suatu bentuk ‘persaingan yang sempurna’, maka secar otomatis harus bebas atau seminimal mungkin
campur tangan pemerintah. Karena itu
semboyannya the best government governs the
least. Sebab teori berasumsi
bahwa yang akan memaksimumkan pendapatan nasional adalah “tangan-tangan yang tak kelihatan”.
b) Keuntungan, Merangang bagi Investasi; Menurut pandangan teori ini bahwa keuntungan itu merangsang
investasi. Artinya semakin besar
keuntungan, akan semakin besra
pula akumulasi modal dan investasi.
c) Keuntungan Cenderung
Menurun: Artinyakeuntungan tidak akan naik secara
terus-menerus, namun
cendrung menurun apabila persaingan untuk
menghimpun modal antarkapitalis meningkat. Alasannya adalah, dengan menaiknya
upah sebagai akibat
persaingan antar
kapitalis. Sementara
upah dan sewa naik karena naiknya harga-harga
pangan. Hal ini mendapat pembenaran juga dari Ricardo.
d) Keadaan Stationer; Para ahli ekonomi klasik meramalkan akan timbulnya keadaan stationer pada
akhir proses pemupukan modal. Sekali keuntungan mulai menurun, proses ini akan
berlangsung terus sampai keuntungan menjadi nol, pertumbuhan enduduk
dan pemupukan modal
terhenti, dan tingkat upah mencapai tingkat kebutuhan hidup minimal.
2)
Teori
Tahapan Pertumbuhan Ekonomi Modernisasi => (WW. Rostow)
Teori pertumbuhan Ekonomi Modernisasi yang
paling terkenal adalah teori dari ekonom W.W. Rostow yang ditulis dalam
bukunya The Stage of Economic Growth : A Non-Communist Manifesto (1960) dan juga dalam
The Process of Economic Growth (1953), yang kajiannya secara memakai
pendekatan sejarah dalam menjelaskan
proses perkembangan ekonomi. Menurut Rostow, perkembangan ekonomi suatu masyarakat meliputi lima tahap perkembangan; (1) tahap masyarakat tradisional; (2) tahap prakondisi tinggal
landas; (3) tahap tinggal landas;
(4) tahap maturity
(kematangan):;
(5) tahap konsumsi
massa tinggi atau besar-besaran.
a) Tahap Teadisional; Masyarakat tradisional diartikan sebagai ‘suatu masyarakat
yang strukturnya berkembang
disepanjang
fungsi produksi berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi pra-Newtonian: zaman dinasti-dinasti Cina, Peradaban Timur Tengah dan daerah Mediterania, dunia Eropa pada abad pertengahan (Rostow, 1960: 5). Dalam masyarakat ini pertanian
masih mendominasi aktivitas
ekonomi, dan kekuatan politik umumnya masih pada penguasa tanah. Ini tidak berarti pada masyarakat ini tidak ada perubahan
ekonomi. Sebenarnya banyak tanah dapat digarap, skala dan pola perdagangan
dapat diperluas, manufaktur dapat dibangun dan produktivitas pertanian dapat ditingkatkan sejalan
denan pertambahan pendudukk
yangnyata. Namun fakta
menunjukkan bahwa keinginan untuk menggunakan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern
secara teratur dan sistematis basih bertumbuk
dengan suatu batas (pagu)
yaitu “tingkat output” perkapita yang dapat dicapai.
Selain itu struktur sosial
masyarakat seperti
itu berjenjang; hubunganb
dan keluarga memainkan
peranan yang menentukan.
b) Tahap
pra-kondisi tinggal landas: Pada tahap ini merupakan masa transisi
di mana persyarat-prasyarat
pertumbuhan swadaya dibangaun atau diciptakan. Di Eropa Barat sejak akhir
abad ke 15 dan awal abad ke-16 menempatkan
kekuatan “penalaran” (reasoning) dan “ketidakpercayaan” (skepticism) yang
merupakan pengaruh empat kekuatan (Renaissance, Kerajaan Baru, Dunia Baru dan Agama
Baru
atau
Protestan),
sebagai pengganti “kepercayaan” (faith) dan
“kewenangan” (authority) mengakhiri
feodalisme dan membawa
ke kebangkitan negara kebvangsaan, menanamkan semangat pengembaraan
yang yang menghasilkan berbagai penemuan dan dominannya kaum borjuasi dalam dunia usaha. Manusia-manusia baru yang mau bekerja keras muncul memasuki sector ekonomi swasta, pemerintah atau dua-duanya, manusia baru yang bersemangat menggalakkan
tabunbungan dan berani mengambil risiko dalam mngejar keuntungan. Bank dan lembagai lain bermunculan untuk mengerahkan
modal, sehingga investasi meningkat
di berbagai dibidang; pengangkutan, perhubungan
dan bahan mentah yang memiliki daya tarik ekonomis bagi bangsa lain. Jangkauan perdagangan dari dalam dan luar negeri menjadi makin luas. Di mana-mana muncul
perusahaan manufacturing yang menggunakan metode
baru.
c) Tahap Tinggal
Landas: Merupakan masa awal yang menentukan di dalam suatu kehidupan masyarakat
“Ketika pertumbuhan
mencapai kondisi
normalnya. Kekuatan
modernisasi berhadapan dengan adat istiadat dan lembaga-lembaga. Nilai-nilai
dan kepentingan masyarakat tradisional membuat
terobosan yang menentukan,
dan kepentingan bersama membentuk struktur
masyarakat
tersebut. Bahwa pertumbuhan biasanya berjalan menurut deret ukur, seperti rekening tabungan yang bunganya dibiarkan bergabung dengan simapanan pokok, revulusi industri yang bertalian secara langsung dengan perubahan radikal di dalam metode produksi yang dalam jangka waktu relatif
singkat menimbulkan konsekuensi yang menentukan.
d) Tahap Kematangan
(Maturity): Rostow mendefinisikan merupakan tahapan ketika masyarakat telah dengan efektif menerapkan
serentetan teknologi modern terhadap keseluruhan sumberdaya mereka. Masa ini juga merupakan suatu tahap pertumbuhan
swadaya jangka panjang yang merentang
melebihi masa empat dasawarsa. Teknik produksi
baru menggantikan teknik yang lama. Berbagai sektoir penting baru tercipta. Tingkat
investasi neto lebih dari 10 %
dari pendapatan nasional. Dan, perekonomian mampu
menahan segala goncangan yang tak
terduga. Dalam hal ini Rostow memberikan bukti-bukti simbolik kematangan
teknologi pada negara-negara industri seperti; Inggeris (1850), Amerika Serikat
(1900), Jerman (1910), dan Prancis
(1910), Swedia (1930), Jepang (1940), Rusia (1950); Kanada (1950) (Jhingan, 1994: 187).
e) Tahap
Konsumsi Masa Tinggi atau Besar-besaran: Merupakan suatu masa yang ditandau dengann pencapaian
banayk sektoir penting (leading
sector) dalam perekonomian berubah menuju produksi barang dan jasa konsumsi. Abad konsumsi
besar-besaran juga ditandai dengan migrasi
ke pinggiran kota, pemakaian mobil
secara luas, barang-barang konsumen
dan peralatan rumah tangga yang tahan
lama, Pada tahap ini
“keseimbangan perhatian masyarakat
beralih dari penawaran ke permintaan,
dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi dan kesejahteraan dalam arti
luas”. Tetapi ada tiga kekuatan yang nampak dalam
tahap purna dewasa ini, yaitu: Pertama, penerapan kebijaksanaan guna meningkatkan
kekuasaan
dan
pengaruh melampaui
batas-batas nasional; Kedua, ingin
memiliki suatu
negara kesejahteraan
dengan pemerataan pendapatan nasional yang lebih
adil melalui pajak progresif, peningkatan jaminan
sosial, dan fasilitas hiburan bagi
para pekerja; Ketga, keputusan untuk
membangun pusat perdagangan dan sector penting seperti mobil, rumah murah,
berbagai
peralatan
rumah tangga yang menggunakan
listrik, dan sebagainya.
3)
Teori
Dampak Balik Dan Dampak Sebar => (Gunnard Myrdal)
Gunnard Myrdal seorang ahli
ekonomi Swedia dan pejabat pada
Perserikatan Bangsa-bangsa, terkenal dengan
tulisannya Economic
Theory and Underdeveloped Regions (1957), dan Asian Drama: An Inquiry into
the Poverty of Nations (1968),
berpendapat bahwa pembangunan ekonomi
menghasilkan suatu proses sebab-menyebab sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan semakin
banyak, dan mereka yang tertinggal di belakang menjadi
semakin terhambat. Dampak balik (Blackwash effects)
cenderung mengecil. Secara kumulatif
kecenderungan ini semakin memperburuk ketimpangan internasional dan menyebabkan ketimpangan regional
di antara negara-negara terbelakang. Sebaliknya di negara terbelakang proses kumulatif dan dsirkuler
juga dikenal istilah “lingkaran setan kemiskinan”,
berjalan menurun, dan karena tidak
teratur menyebabkan meningkatnya ketimpangan
Myrdal yakin bahwa bahwa “pendekatan teretis yang kita warisi” tidak cukup menyelesaikan problem ketimpangan ekonomi tersebut.
Teori perdagangan internasional dan tentu saja teori teori ekonomi secara
umum,
tidak pernah disusun untuk menjelaskan
realitas keterbelakngan dan pembngunan
ekonomi (Myrdal; 1957).
Tesis Myrdal, ia membangun dari suatu keterbelakngan dan pembangunan
ekonominya di sekitar ketimpangan
regional pada taraf nasional dan
internasional. Dalam teorinya ia menjelaskan hal-hal sebagai berikut :
a) Dampak
Balik’, adalah semua perubahan yang bersifat merugikan dari ekspansi ekonomi suatu
tempat, karena sebaba-sebab di luar tempat itu,
atau juga bisa disebut dampak migrasi. Yang merupakan perpindahan modal dan
perdagangan serta keseluruhan dampak yang timbul
dari proses-proses sebab-musebab
sirkuler antara faktor-faktor ekonomi dan nonekonomi.
b) Sedangkan
‘Dampak Sebar’ menunjuk pada dampak momentum pembangunan yang menyebar secara sentrifugal dari pusat pengembangan
ekonomi ke wilyah-wilayah lainnya. “Sebab utama ketimpangan regional adalah kuatnya dampak balik dan lemahnya dampak sebar di negara-negara
terbelakang.
c) Ketimpangan
Regional; terjadi lebih banyak berakar pada dasar non-ekonomi yang berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba,
di mana terpusat di wilayah-wilayah (negara-negara) yang memiliki harapan- laba tinggi. Penyebab gejala ini oleh peranan bebas kekuatan
pasaryang cenderung memperlebar ketimpangan regional. Karena produksi, industry, perdagangan,
perbankan, asuransi, perkapalan cenderung
mendatangkan keuntungan bagi wilayah maju.
d) Dampak balik dan dampak sebar ini dalam laju perkembangannya tidak
mungkin berjalan seimbang. Karena pertama, ketimpangan regional jauh lebih besar di negara-negara miskin daripada di negara-negara kaya. Kedua, di negara-negara miskin ketmpangan regional semakin mlebar
sedangkan di negara maju menyempit. Hal ini disebabkan oleh semakin tinggi tingkat
pembangunanekonomi yang sudah dicapai
suatu negara, biasanya
semakin kuat pula dampak sebar
yang akan terjadi. Mengingat pembangunan tersebut disertai oleh transportasi dan komunikasi
yang makin baik, tingkat pendidikan makin tinggi
dan
semakin dinamis antara
ide
dan
nilai
yang
kesemuanya cenderung memperkuat daya-sebar
sentrifugal tesebut dan cenderung melunak hambatan-hambatannya. Dengan demikian
sekali suatu negara berhasil mencapai
tingkat pembangunan
yang tinggi, pembangunan ekonomi akan menjadi suatu proses yang berjalan
otomatis. Sebaliknya, sebabutama
keterbelakangan terletak pada lemahnya dampak sebar, kuatnya dampak balik, sehingga dalam proses yang semakin menggumpal kemiskinan itu adalah penyebab yang berasal dari dirinya
sendiri.
e) Peranan pemerintah; Kebijaksanaan
nasional
sering
memperburuk
ketimpangan regional, terutama oleh
peranan kekuatan pasar bebas dan kebijaksanaan liberalsebagai akibat lemahnya
dampak sebar. Faktor lain yang merupakan
penyebab ketimpangan regional di negara
miskin adalah “lembaga feudal yang kokoh dan lembaga lainnya
yang tidak egaliterserta struktur kekuasaan yang membantu
si kaya menghisap si miskan (Myrdal, 1957: 28). Oleh karena itu
pemerintah negara terbelakang, harus menerapkan kebijaksanaan yang adil dan
egaliter.
f) Ketimpangan
Internasional; Pada umumnya
perdagangan internasional menguntungkan negara kaya dan memperlemah
negara terbelakang.Sebab negara maju/kaya
memiliki
basis industri manufaktur
yang kuat dengan
dampak sebar yang kuat pula. Denngan mengekspor
produk industri mereka yang merah ke
negara terbelakang, mereka akan mematikan industri slkala kecil. Ini cenderung mengubah negara terbelakang menjadi produsen
barang0barang primer untuk ekspor.
Mengingat permintaan akan barang-
barang ekspor inelastic (di pasar ekspor), maka
mereka menderita akibat fluktuasi harga menggila.
Sebagai konsekuensinya mereka tidak dapat mengambil untung dari naik turunnya harga barang di dunia ekspor.
g) Perpindahan
modal;
juga gagal
menghapuskan ketimpangan internasional.
Karena negara maju lebih menjanjikan keuntungan dan jamninan
bagi para investor, maka modal akan
semakin menjauhkan diri dari
negara terbelakang. Modal yang mengalir ke negara terbelakang
diarahkan sebagian besar kepada produksi barang primer untuk ekspor, dan ini akan merugukan
mereka karena dampak balik yang kuat. Apapun yang diinvestasikan
pihak asing, akan meningkatkan dampak
balik yang domain serta
tidak menjadi pemecah masalah
dalam ketimpangan internasional.
4)
Teori
Nilai Surplus => (Karl Marx)
Karl Marx adalah seorang
filosof Jerman (1818-1883) yang di mata para ekonom Barat adalah seorang agitator yang telah membangkitkan
persatuan kalangan kaum buruh dan intelektual selama
lebih dari seabad yang telah merasa dirugikan oleh kapitalisme pasar
dan sekaligus sebagai penjerumus
ekonomi ke abad kegelapan baru Kemudian
ia menghancurkan ikatan kapitalisme dan mengoyak-oyak
dasar-dasar
sistem
kebebasan
natural
Adam
Smith.
Sesuai dengan sub-judul di
atas, pada kajian teori ”Nilai surplus”
di sini tidak akan
dibahas tentang peranan
Karl Marx di bidang filsafat sejarah, politik,
maupun komunisme, serta alienasi. Adapun pokok pikiran yang dituangkan Marx dalam teori nilai
surplus tersebut, dapat
dikemukakn sebagai berikut :
1) Jika tenaga
kerja adalah satu-satunya penentu nilai, lalu ke mana profit dan bunganya? Marx menyebut profit
profit dan bungany itu sebagai “nilai surplus”.
2) Oleh karena
itu ia berkesimpulan bahwa kapitalis dan pemilik tanah
adalah pihak yang mengeksploitasi para pekerja.
3) Jika semua nilai adalah
produk dan tenaga kerja, maka semua profit yang
diterima adalah oleh kapitalis dan pemilik tanah pastilah
merupakan “nilai surplus” yang
diambil secara tidak adildari pendapatan kelas pekerja.
4) Adapun
rumus matematisnya untuk teori
nilai surplus tersebut, dapat dikemukakan
sebagai berikut: “Bahwa tingkat prpit
(p) atau eksploitasi adalah sama dengan nilai surplus (s) dibagi dengan nilai produktif akhir (r).
Dengan demikian :
p = s/r
Misalkan; andaikata pabrik pakaian memperkerjakan buruh untuk membuat baju. Sedangkan kapitalis menjual bajunya serga $ 100 per/buah,
tetapi ongkos tenaga kerja adalah $ 70 per/baju.
Karena itu tingkat profit atau
eksploitasinya adalah :
p = $ 30
/ $ 100 = 0,3, atau 30 persen
5) Marx membagi
nilai produk akhir menjadi dua bentuk kapital
(modal) yakni
kapital konstan
(C) dan kapital
varibel (V). Kapital
konstan merepresentasikan
pabrik dan peralatan. Kapital adalah biaya tenaga kerja.
Jadi, persamaan untk tingkat profit menjadi :
p = s
(v.c)
5)
Teori
Monetarisme Pasar Bebas => (Friedman)
Friedman menulis banyak topik yang berkaitan dengan ekonomi moneter, dan berpuncak pada riset dan tulisan empirisnya yang palin terkenal,
”A Monetary History of the United States 1867-1960” yang dipublikasikan
oleh National Bureau of Economic Research dan ditulis
bersama Anna J.Schwartz (1963).
Pada intinya studi monumental
ini menunjukkan kekuatan uang dan kebijakan moneter dalam gejolak perekonomian Amerika Serikat, termasuk Depresi
Besar dan era pascaperang, ketika para ekonom arus utama percaya bahwa ”uang tidak penting”. Kemudian ia juga menulis buku Capitalism and Freedom yang
diluncurkan pada ulang tahun perkawinan Friedman
dan Rose ke-25.
Inti teorinya sebagai berikut
:
a) Metodologi
Positivisme; menurut
Friedman validitas suatu teori tidak tergantung pada unsur
generalisasinya maupun kekokohan asumsi-asumsi dasarnya, melainkan semata-mata pada kesesuaian implikasi-implikasinya secara relatif terhadap implikasi teori-teori lain, yang diukur berdasarkan statistik primer.
b) Pasar dianggap
sebagai mekanisme utama dalam
menyelesaikan berbagai masalah ekonomi,
asalkan
didukung kebebasan
politik intelktual ; para ekonom aliran Chicago melihat perekonomian sebagai suatu kondisi perlu , namun bukan ondisi cukup
untuk menciptakan masyarakat bebas;
c) Aturan moneter yang ketat lebih disukai untuk pengambilan keputusan yang diskret oleh otoritas pemerintah. ”Setiap sistem yang memberi banyak kekuasaan dan banyak keleluasaan
bagi segelintir orang di mana kekeliruan mereka entah itu disengaja atau tidak ⎯ bisa menimbulkan efek yang luas
adalah sistem yang buruk”.
d) Ia lebih menekankan
pada kebijakan moneter. Q, kuantitas uang jauh lebih
penting daripada P. ”Opininya yang segar dan sangat berbeda” dengan opini
Fisher dan Simons datang seperti ”kilatan
tiba-tiba”, baginya ”aturan
dari sudut pandang kuantitas uang jauh lebih unggul, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang, ketimbang
aturan dari sudut pandangstabilisasi harga”.
e) Pengelolaan administratif
dan intervensi kebijakan ekonomi yang bersifat
ad hoc hanya akan
merusak situasi ekonomi; dalam soal kebijakan moneter
dan fiskal, ia menekankan pentingnya
kesinambungan.
f) Ia menolak standar emas sebagai numeraire moneter dengan dua alasan.
Pertama, biaya resources-nya
yang tinggi, dan kedua implementasinya
yang tidak praktis. Selain itu produksi emas jarang dapat mengimbangi
pertumbuhan ekonomi dan
karena itu bersifat deflasioner.
”Betapa absurdnya menyia-nyiakan sumber
daya untuk menggali tanah mencari
emas, hanya untuk menguburkannya lagi di kolong Fort Knox, Kentuky”.
g) Monetarisme jauh lebih baik daripada fiskalisme dalam regulasi makroekonomi.
h) Kebijakan
fiskal
baginya
diyakini
sebagai wahana yang tepat
untuk
mengentaskan kemiskinan,
namun redistribusi pendapatan bagi kalangan di atas garis kemiskinan justru akan lebih banyak menimbulkan kerugian, serta.
i)
Imperialisme disipliner yang menonjolkan penerapan analisis ekonomi oleh para ekonom terhadap semua bidang yang biasanya dianggap sebagai disiplin
lain/luar seperti sejarah, politik,
hukum, dan sosiologi.
Komentar
Posting Komentar
Komentarlah yang sopan