ESENSI PENGETAHUAN


Tugas  Kelompok
Mata Kuliah Filsafat Ilmu Sosial
Dosen Prof. Hamdan Johannis, M.A. Ph.D



ESENSI PENGETAHUAN







OLEH :


KELOMPOK I

SYARIFUDDIN (12B02019)
EDY KURNIAWAN (12B02018)
SALEHUDDIN (12B02022)






PENDIDIKAN SOSIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

201
2



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iii
BAB I LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1
            A.    Pendahuluan ..........................................................................................................1
            B.     Rumusan Masalah ................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 4
           A.    Pengertian pengetahuan .......................................................................................... 4
           B.     Objek dan Sudut Pandang ilmu pengetahuan ...................................................... .... 6
           C.     Perkembangan Ilmu Pengetahuan ......................................................................... .. 7
           D.    Bentuk atau Jenis Pengetahuan ................................................................................ 9
           E.     Hakikat dan Sumber Pengetahuan ........................................................................... 13
           F.      Ilmu pengetahuan dan kepentingan .......................................................................... 25
          G.    Pengetahuan ............................................................................................................ 28
          H.    Jenis-Jenis Pengetahuan ........................................................................................... 33
          I.       Bagaimana keberadaan pengetahuan itu .................................................................. . 37 
          J.   Pembagian penegetahuan .......................................................................................... 42
    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 47




KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan izin-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pengampuh mata kuliah Filsafat Ilmu Sosial karena telah membimbing dan memotivasi kepada kami sehingga tugas ini dapat terselesaiakan tepat pada waktunya.
Dalam tugas ini kami  mengangkat “Esensi Pengetahuan”, Mengingat pentingnya hal ini maka kami berusaha untuk menggali lebih dalam mengenai pokok-pokok yang mendasar pada pengetahuan itu sendiri.
Kami menyadari bahwa dalam menyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan serta kekeliruan di dalamnya karena kami hanyalah manusia biasa yang dikelilingi oleh sejuta kekurangan, penulis menyakini bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah Yang Maha Kuasa.
Akhir kata kami  mengucapkan terima kasih yang setingi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif  kepada kami, semoga hadirnya makalah ini bisa menambah khazanah keilmuan kita, kami juga mohon maaf atas segala kekurangan.

Billahi Taufiq Wal Hidayah, Wassalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh,

Wassalam….
11 November 2012

Penulis



BAB I
LATAR BELAKANG

A.    Pendahuluan
Dua sarana yang selama ini digunakan manusia untuk memahami dunia di sekitarnya adalahpenegtahuan mitis dan magis dan pengetahuan ilmiah.Ada banyak hal atau peristiwa yang terjadi disekitar kita pada masa lalu dengan mudah dapat dijelaskan secara mitis-magis. Namun dengan perkembangan pengetahuan dan pengolahan-pengolahan pengalaman secara rasional, segala sesuatu dapat dengan mudah dijelaskan secara ilmiah dan masuk akal.Diantara kedua kutub ini kita temukan persoalan-persoalan ilmiah yang merupakan himpunan hipotesis yang dapat diuji dan dites dan kebenarannya belum secara sah dapat dibuktikan.
Bidang pengetahuan ilmiah meruapakan kumpulan-kumpulan hipotesis yang kebenarannya telah terbukti.Bidang persoalan ilmiah merupakan ilmiah merupakan himpunan hipotesis yang dapat dites tetapi belum dibuktikan.Semuanya masih dalam pertanyaan.Bidang ketiga, pengetahuan mitis-magis atau gaib adalah himpunan hipotesis yang keabsahannya tidak dapat diuji atau dites.
Para ilmuan selalu menanggapi persoalan-persoalan ilmiah dengan berbagai macam riset agar dengan demikian perlahan-lahan bidang pengetahuan ilmiah diperbesar.Dengan demikian perlahan-lahan bidang pengetahuan ilmiah diperbesar.Dengan meluasnya ruang bidang bidang I, ruang bidang III diperkecil. Kita mengenal kata bahasa latin scientia (sciencedalam bahasa inggris) untuk ilmu atau ilmu pengetahuan. Kata scientia berasal dari kata kerja scire (scio,III) berarti mengetahui. The Liang Gie karena itu memberikan pengertian ilmu sebagai rangkaian telaahan yang mencari pencelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional-empiris mengenai alam dunia dari berbagai aspek, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang mau dimengerti manusia.Secara singkat dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan yang sistematis.Riset sebagai usaha pencarian ilmiah karena itu harus terus menerus dilakukan untuk dapat memperoleh penegtahuan-pengetahuan ilmiah yang baru.
Pengetahuan yang dapat disepakati sehingga menjadi suatu ilmu menurut Archie J. Bahm dapat diuji dengan enam komponen utama yang disebut dengan six kind of science, yang meliputi problems, attitude,method, activity, conclusions dan effcts
Dari pendapat Bahm tersebut dapat diartikan bahwa ilmu lahir dari pengembangan suatu permasalahn-permasalahn yang dapat dijadikan sebagai kegilasahan akademik.atas dasar problem, para creator akan melakukan suatu sikap untuk memabangun suatu metode-metode dan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk melahirkan suatu penyelesaian-penyelesaian kasus dalam bentukteori-teori. Konklusi-konklusi dapat diuji dengan mempertimbangkan dari akibat yang ditimbulkan oleh teori.Setiap individu yang berpotensi ilmiah dapat diketahui pengkayaa keingin tahuan, berani eksperimen, serta suatu sikap untuk selalu obyektif.
Objek ilmu meliputi objek material dan objek formal.Objek materil sesuatu yang dijadiakan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek materil ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah cara pandang tertentu tentang objek materil tersebut seperti pendekatan empiris dan eksperimen dalam ilmu kedokteran
Dari beberapa penjelasan diatas ilmu merupakan suatu perangkat fundamental dalam penciptaan peradaban.Dalam ilmu termuat pengetahuan manusia yang bersifat alamiah kemudian dikonstruksi menjadi teori-teori yang dapat memberikan konklusi bagi setiap persoalan-persoalan kehidupan.

B.       Rumusan Masalah.
1.      Memahami arti dari pengetahuan itu sendiri ?
2.      Mengetahui objek dan sudut pandang pengetahuan ?
3.      Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan ?
4.      Memahami bentuk atau jenis pengetahuan ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pengetahuan.
Aristoteles dalam Metaphysics, mengatakan bahwa semua manusia ingin mengetahhui dan ini selalu nyata dalam pengalaman hidup seseorang manusia. Setiap manusia memiliki kerinduan dasar untuk mengetahui. Kita mengenal paling kurang dua ciri khas dari aktivitas mengetahui yaitu :
a.    Mengetahui untuk mengetahui semata. Menikmati dan memperoleh banyak pengetahuan dialami sebagai suatu kepuasan diri dan
b.   Mengetahui untuk dapat digunakan dan diterapkan. Misalnya untuk melindungi dan membela diri, memperbaiki tempat tinggal, meningkatkan relasi dengan orang lain, meningkatkan taraf hidup dan lain-lain.
Pengetahuan adalah suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan hasil pengalaman seseorang tentang sesuatu. Dalam tindakan mengetahui selalu kita temukan dua unsur utama yaitu subyek yang mengetahui dan sesuatu yang diketahui atau obyek pengetahuan. Keduanya secara fenomologis tidak mungkin dipisahkan satu dari yang lain. Karena itu pengetahuan dapat kita katakan sebagai hasil tahu manusia untuk memahami obyek yang ia hadapi.
Bahm menyebutkan 4 hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, antara lain :
1.      Mengamati : Pikiran kita memegang peran penting dalam mengamati obyek-obyek. Pikiran ini harus mengandung kesadaran (pikiran yang membentuk kesadaran). Dalam kesadaran itu terdapat unsur intuisi.
2.      Menyelidiki: Ketertarikan pada obyek dikondisikan oleh jenis-jenis obyek yang tampil di hadapan kita. Lamanya atau durasi minat seseorang pada obyek itu amat tergantung pada daya tarik obyek itu. Minat-minat itu bervariasi dan saling mempengaruhi dan semuanya dikaitkan dengan berbagai aspek kehidupan kita seperti aspek rohani dan jasmaniah, tuntutan linkungan dan masyarakat, tujuan-tujuan pribadi dan sosial, dan lain-lain. Minat terhadap obyek cendrung  menuntut keterlibatan seseorang.
3.      Percaya: Apabila suatu obyek muncul dalam kesadaran, maka obyek itu diterima sebagai obyek yang menampak. Sikap menerima sesuatu yang menampak sebagai pengertian yang memadai disebut kepercayaan (kendati setelah diragukan).
4.      Keinginan atau hasrat : keinginan atau hasrat pada dasarnya mencakup kondisi-kondis bio psikologis dan interaksi dialektik antara tubuh dan jiwa. Pikiran juga dilihat sebagai aktualisasi keinginan, dan karena itu tanpa pikiran tak mungkin juga ada hasrat. Ada kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, istirahat, tidur, namun juga ada keinginan atau hasrat yang timbul dari pengertian yang lebih tinggi seperti hasrat diri, hasrat akan orang lain, terhadap dunia, dan lain-lain.[1]
Dari apa yang diuraikan oleh Bahm di atas, dapat disimpulkan bahwa pikiran manusia dibentuk oleh beberapa hal penting diantaranya yaitu mengamati, menyelidiki, percaya dan adanya keinginan atau hasrat yang melekat dalam diri manusia, yang kesemuanya ini merupakan bentuk-bentuk hal yang penting yang dibawa manusia sejak lahir.
B.            Objek dan Sudut Pandang ilmu pengetahuan
Seperti halnya dengan filsafat, ilmu pengetahuan juga memiliki objek penelitian, tetapi objek penelitian yang diteliti dalam ilmu pengetahuan lebih bersifat khusus tentang alam dan manusia. Kedua objek tersebut disebut objek formal.[2]

C.            Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya sepeti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita.
Dalam berkembangnya abad penalaran maka konsep dasar berubah dari kesamaan kepada pembedaan yang jelas antara berbagai penegtahuan yang mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan dan konsekuensinya mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan tidak berdasarkan pada apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan?
Setiap jenis ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (epistimologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan jadi ontology ilmu terkait dengan epistimologi ilmu dan epistimologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Pengetahuan dapat kita peroloeh melalui beberapa  sumber, dimana sumber-sumber ini merupakan hal yang paling berperan di dalam memperoleh pengetahuan tersebut. Sumber-sumber ini diantaranya :
ü  Pengalaman indra. Pengindraan adalah alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan. Karena memang dalam hidup manusia, pengindraan adalah satu-satunya alat untuk menyerap segala obyek yang ada diluar diri manusia.
ü  Nalar adalah salah satu corak berpikir untuk menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan penegtahuan baru dengan memperhatikan asas-asas pemikiran. Yaitu principium identitas, principium contradictionis, principium exclusi, dan principium kompromi.
ü  Otoritas adalah kekuasaan sah yang dimiliki oleh seorang dan diakui oleh kelompoknya.Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan karena kelompoknya memilki pengetahuan.karena seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuan. Jadi kesimpulannya adalah bahwa pengetahuan karena adanya otoritas terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.
ü  Intuisi berperan sebagai sumber pengetahuan karena adanya kemampuan dalam diri manusia yang dapat melahirkan pernyataan-peryataan berupa pengetahuan.
ü  Wahyu, merupakan salah satu sumber pengetahuan karena kita mengenal atau tahu sesuatu misalnya akhirat, surga dan neraka melalui ajaran wahyu Tuhan.[3]
Dari semua sumber-sumber pengetahuan ini, pengetahuan kemudian diproses oleh akal yang ada pada diri manusia melalui studi-studi ilmiah hingga pada puncak pembenaran yang relevan.

D.           Bentuk atau Jenis Pengetahuan.
1.        Berdasarkan obyek.
Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan dalam berbagai macam sesuai dengan metode dan pendekatan yang mau digunakan. Pengetahuan bisa kita bagi dalam pengetahuan ilmiah dan non ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah semua hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Sebaliknya pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara yang tidak termasuk ilmiah. Kerap disebut juga pra ilmiah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengetahuan non ilmiah adalah seluruh hasil pemahaman manusia tentang sesuatu atau obyek tertentu dalam hidup sehari-hari, terutama apa yang ditangkap oleh indera-indera kita.
2.             Berdasarkan isi
Berdasarkan isi atau pesan kita dapat membedakan pengetahuan atas beberapa macam sesuai dengan penjelasan Michael Polanyi, yakni “tahu bahwa”, “tahu bagaimana”,”tahu akan”, “tahu mengapa”.
o   Tahu bahwa: pengetahuan tentang informasi tertentu misalnya tahu bahwa sesuatu telah terjadi. Kita tahu bahwa p dan p itu sesungguhnya benar. Pengetahuan ini disebut juga sebagai pengetahuan teoritis ilmiah, walaupun tidak mendalam. Dasar pengetahuan ini ialah informasi tertentu yang akurat.
o   Tahu bagaimana: misalnya bagaimana melakukan sesuatu. Ini berkaitan dengan keterampilan atau keahlian membuat sesuatu. Sering juga dikenal dengan nama pengetahuan praktis, sesuatu yang memerlukan pemecahan, penerapan dan tindakan.
o   Tahu akan: pengetahuan ini bersifat langsung melalui pengenalan pribadi secara langsung melalui pengenalan pribadi. Pengetahuan ini juga bersifat sangat spesifik berdasarkan pengenalan pribadi secara langsung akan obyek. Ciri pengetahuan ialah bahwa tingkatan obyektivitas tinggi. Namun juga apa yang dikenal pada obyek ditentukan oleh subyek dan sebab itu obyek yang sama dapat dikenal oleh dua subyek berbeda.
o   Tahu mengapa: pengetahuan ini didasrkan pada refleksi, abstraksi dan penjelasan. Tahu mengapa ini jauh lebih mendalam dari pada tahu bahwa, karena tahu mengapa berkaitan dengan penjelasan.
Plato dan Aristoteles juga memberikan kita sejumlah informasi yang baik mengenai macam-macam atau jenis-jenis pengetahuan. Plato membagi pengetahuan menurut level-level sesuai dengan karakteristik obyeknya.
1.      Pengetahuan yang bersifat khayalan. Pengetahuan ini dilihat sebagai tinkatan pengetahuan yang paling rendah dengan obyek utama adalah bayangan atau gambaran. Pengetahuan dalam tingkatan ini dikuasai oleh bayangan akan kenikmatan atau kesukaan yang bersifat duniawi, dan terbawa terus sebagai mimpi, impian ini selalu dirasa sebagai sesuatu yang faktual dan benar-benar terjadi dalam dirinya.
2.      Pengetahuan yang benar secara indrawi. Ini adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diinderai secara langsung dan yang sudah dibayangkan dalam pengetahuan eikasia. Obyek pengetahuan ini adalah apa yang secara langsung dapat ditangkap oleh indra-indra kita.
3.      Pengetahuan matematis. Plato menempatkan pengetahuan ini pada level ketiga yang masih berhubungan dengan level kedua dan juga berhubungan dengan level keempat. Obyek pengetahuan ini terletak pada obyek yang bisa diinderai tetapi juga yang dapat dipikirkan.
Menurut Aristoteles, sebagai seorang realis, pengetahuan merupakan kenyataan ini merangsang akal budi kita untuk berpikir. Ia membagi pengetahuan bukan menurut level atau tingkatan seperti apa yang diperbuat Plato, melainkan menurut jenis sesuai dengan fungsi pengetahuan itu. Pengetahuan yang umumnya disebut sebagai pengetahuan rasional dikategorikan dalam tiga jenis yakni:
1.      Pengetahuan produktif, yaitu pengetahuan yang menghasilkan sesuatu yang lain misalnya seni, puisi, dan lain-lain;
2.      Pengetahuan teoritis, seperti filsafat pertama atau metafisika, matematika, dan fisika.
3.      Pengetahuan praktis seperti etika, ekonomi, dan politik.[4]

E.            Hakikat dan Sumber Pengetahuan.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang disebabkan dua hal utama, yakni pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu.
1.      Hakikat Pengetahuan.
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal. Persoalannya kemudian adalah apakah gambaran itu sesuai dengan fakta atau tidak? Apakah gambaran itu benar? Atau apakah gambaran itu dekat pada kebenaran atau jauh dari kebenaran?
Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan itu, yaitu:
a.         Realisme.
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam, pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat). Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
Ajaran realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang hanya terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri, serta yang hakikatnya tidak terpengaruh oleh seseorang. Contohnya, fakta menunjukkan, suatu meja tetap sebagaimana adanya, kendati tidak ada orang di dalam ruangan itu yang menangkapnya. Jadi meja itu tergantung kepada gagasan kita mengenainya, tetapi tergantung pada meja tersebut.
b.        Idealisme
Ajaran idilisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses psikologis yang bersifat subyektif. Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran  subjektif dan bukan gambaran objektif tentang realitas.
Kalau realisme mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui, idealisme adalah sebaliknya.  Bagi idealisme, dunia dan bagian-bagiannya harus dipandang sebagai hal-hal yang mempunyai hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya.
2.      Sumber pengetahuan.
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan itu didapat? Dari situ timbul pertanyaan bagaimana caranya kita memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan kita? Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut. Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
a.         Empirisme 
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninnya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Hal ini dapat dilihat bila kita memperhatikan pertanyaan seperti; “Bagaimana orang mengetahui es itu dingin ?” dalam pernyataan tersebut ada tiga unsur yang perlu, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek), dan cara dia mengetahui bahwa es tiu dingin. Bagaimana dia mengetahui es itu dingin ? Dengan menyentuh langsung lewat alat peraba.
John Locke (1632-1704), bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula rasa (sejenis buku catatan kosong). Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Sesuatu yang tidak bisa diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan.Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (impression) dan pengertian-pengertian atat ide-ide (ideas). Yang dimaksud kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman.Yang dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samar-samar yang dihasilkan dengan merenungkan kembali atau mereflesikan dalam kesan-kesan yang diterima dari pengalaman.
Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data empiris yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun ada, itu pun sebatas ide yang kabur.
b.      Rasionalisme.
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Bagi aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi, seandainya akan digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja, tetapi sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata akal. Laporan indera menurut rasionalism merupakan bahan yang belum jelas, bahkan ini memungkinkan dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berpikir. Akal mengatur bahan tersebut sehingga dapatlah terbentuk pengetahuan yang benar.
Descrates, seorang pelopor rasionalisme berusaha menemukan suatu kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi, kebenaran itu, menurutnya adalah dia tidak ragu bahwa ia ragu. Ia yakin kebenaran-kebenaran semacam itu ada dan kebenaran tersebut dikenal dengan cahaya yang terang dari akal budi sebagai hal-hal yang tidak dapat diragukan. Dengan demikian akal budi dipahamkan sebagai sejenis perantara suatu tehnik tersebut dapat ditemukan kebenaran.Artinya dengan melakukan penalaran yang akhirnya tersusunlah pengetahuan.
Tetapi rasionalisme juga mempunyai kelemahan, seperti mengenai kreteria untuk mengetahuiakan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya tetapi menurut orang lain tidak. Jadimasalah utamayang terhadap kaum rasionalisme adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis ini semuanya bersumber pada penalaran rasional yang bersifat abstrak.
Dari dua aliran tersebut (empirisme dan rasionalisme) terlairlah metode ilmiah atau pengetahuan sains. Yang merupakan gabungan dari kedua aliran tersebut. Dalam hal ini panca indera mengumpulkan data-data, sedangakan akal menyimpulkan berdasarkan pada prinsip-prinsip universal, yang kemudian disebut universal.
c.          Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Adapun perbedaan intuisi dalam filsafat barat dengan makrifat dalam islam adalah kalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiran yang konsisten sedangkan dalam islam makrifat diperoleh lewat perenungan dan penyinaran dari Tuhan. Pengetahuan dengan pencerahan ini dapat dianggap sebagai sumber pengetahuan. Sebab, jika pengetahuan korenpondensi melibatkan objek di luar dirinya, maka pengetahuan dengan pencerahan menyadarkan bahwa pengetahuan yang di luar harus didahului dengan pengetahuan tentang dirinya sendiri.
d.         Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi. Para nabi memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.
Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan akhirat. Kepercayaan inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu.Sedangkan ilmu pengetahuan sebaliknya, yaitu dimulai dengan riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang faktual.[5]

F.             Ilmu pengetahuan dan kepentingan
Salah satu unsur teori kritis adalah tuduhan bahwa di belakang selubung objektivitas ilmu-ilmu tersembunyi kepentingan-kepentingan kekuasaan. Kepentingan-kepentingan itu dipahami sebagai ekonomis, sebagai kepentingan, eksploitatif yang dalam sistem kapitalisme tua tidak lagi terbuka, melainkan terwujud dalam dehumanisasi seluruh hubungan antar manusia di bawah prinsip tukar.
Penelitian terhadap hubungan antar ilmu pengetahuan dan kepentingan menjadi salah satu usaha pokok Habermas. Penegasan kunci Habermas adalah bahwa tidak masuk akal kita bicara secara umum tentang kepentingan di belakang ilmu-ilmu sebagaimana dilakukan oleh Horkeimer, Andono dan Marcuse. Kita harus membedakan antara tiga macam ilmu pengetahuan, masing-masing dengan lingkungan kepentingan, objek dan cirinya yang khas. Berlawanan dengan anggapa umum bahwa sebuah teori harus diusahakan sebebas mungkin dari segala kepentingan. Haberbmas menegaskan (sesuai dengan pendekatan teori kritis) bahwa ilmu pengetahuan malah hanya mungkin sebagai perwujudan kebutuhan manusia yang terungkap dalam suatu kepentingan fundamental.
Habermas tentu tidak buta terhaadap pertanyaan kritis ini. Barangkali itulah sebabnya mengapa ia, sesudah semangat pertama agak mereda [sehabis ia berhasil merumuskan hubungan antara tipe ilmu pengetahuan tertentu dengan kepentingan fundamental manusia tertentu], tidak banyak kembali pada pembagian ilmu-ilmu ke dalam tiga kelompok itu. Karangan ini memang sangat popular di kalangan mahasiswa yang mulai mempelajari Habermas karena Habermas jarang merumuskan sistematika fikirannya dengan begitu jelas dan ringkas.Akan tetapi Habermas sendiri tidak karangan ini [bekas ceramah inaugurasinya sebagai professor di Frankfrut] sebagai karya yang penting.Ia kemudian jarang kembali padanya. Perhatian padanya malahan dapat menyesatkan kita dari hal-hal yang betul-betul menjadi minat Habermas.[6]

G.    Pengetahuan.
Seandainya seseorang berkata kepada kita bahwa dia tahu bagaimana cara bermain gitar, maka seorang lainnya munkin bertanya, apakah pengetahuan anda itu merupakan ilmu? tentu saja dengan mudah dia dapat menjawab bahwa pengetahuan bermain gitar itu bukan ilmu, melainkan seni. Demikian juga sekiranya seseorang mengemukakan bahwa sesudah mati semua manusia akan dibangkitkan kembali, akan timbul pertanyaan serupa apakah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat transcendental yang menjorok ke luar batas pengalaman manusia dapat disebut ilmu? tentu saja jawabannya adalah “bukan”, sebab pengetahuan yang berhubungan dengan masalah semacam itu adalah agama. Penegtahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita.Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan.
Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (epistimologi) dan untuk apa ( aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; jadi ontology ilmu terkait dengan epistimologi ilmu dan epistimologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Berdasarkan landasan ontology dan aksiologi seperti itu maka bagaimana sebaiknya kita mengembangkan landasan epistimologi yang cocok? Persoalan utama yang dihadapi oleh tiap epistimologi pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontology dan aksiologi masing masing.
Usaha untuk menjelaskan gejala alam ini sudah mulai dilakukan oleh manusia sejak dulu kala. Diperkirakan bahwa nenek moyang kita pun tak kurang takjubnya memperhatikan berbagai kekuatan alam yang terdapat disekeliling mereka seperti hujan, banjir, topan, gempa bumi dan letusan gunung merapi. Mereka merasa tak berdaya menghadapi kekuatan alam yang sangat dahsyat yang dianggapnya merupakan kekuatan yang luar biasa ini, dicobanya untuk dijelaskannya dengan mengaitkannya dengan mkhluk yang luar biasa pula, dan berkembanglah berbagai mitos tentang para dewa dengan kesaktian dan perangainya.[7]

H.           Jenis-Jenis Pengetahuan.
Pengetahuan itu menurut Soejono Soemargono (1983) dapat dibagi atas yaitu pengetahuan non ilmiah dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan non ilmiah ialah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara yang tidak termasuk dalam kategori metode ilmiah. Dalam hal ini termasuk juga pengetahuan yang meskipun dalam babak terakhir direncanakan untuk diolah lebih lanjut menjadi pengetahuan ilmiah, yang biasanya disebut pengetahuan  pra ilmiah.
Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang sesuatu atau obyek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok adalah hasil penglihatan dengan mata, hasil pendengaran telinga, hasil pembauan hidung, hasil pengecapan lidah, dan hasil peradaban kulit.
Jenis-jenis pengetahuan juga dapat dilihat pada pendapat Plato dan Aristoteles.Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan-tingkatan pengetahuan sesuai dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah sebagai berikut
1.             Pengetahuan Eikasia (khayalan)
Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan eikasia, ialah pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan manusia yang berpengatahuan. Pengetahuan dalam tingakatan ini misalnya seseorang yang menghayal bahwa dirinya pada saat tertentu mempunyai rumah yang mewah, besar, indah, serta dilengkapi kendaraan dan lain-lain sehingga khayalanya ini terbawa mimpi. Di dalam mimpinya, ia betul-betul merasa mempunyai dan menempati rumah itu. Apabila seseorang dalam keadaan sadar menganggap bahwa khayal dan mimpinya betul-betul berupa fakta yang ada dalam dunia nyata.
2.             Pengetahuan Pistis (substansial)
Satu tingakatan diatas eikasia adalah tingkatan pistis atau pengetahuan substansial. Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung. Objek pengetahuan pistis biasa disebut zooya karena isi pengetahuan semacam ini mendekati suatu keyakinan ( kepastian yang bersifat pribadi atau kepastian subyektif) dan pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran apabila mempunyai syarat yang cukup bagi suatu tindakan mengetahui misalnya; mempunyai pendengaran yang baik, pengelihatan normal, serta indra yang normal.
3.             Pengetahuan Dianoya (matematik)
Penegtahuan dalam tingkatan ketiga adalah pengetahuan dianoya. Plato menerangkan tingkat pengetahuan ini ialah tingkatan yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta dan objek yang tampak, tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikirnya. Contoh yang dituturkan oleh Plato tentang pengetahuan ini ialah para ahli matematika atau geometri, dimana objeknya adalah matematik yakni suatu yang harus diselidiki dengan akal budi dengan melalui gambar-gambar, diagram kemudian ditarik suatu hipotesis. Hipotesis inidiolah terus hingga sampai pada kepastian. Dengan demikian dapat dituturkan bahwa bentuk pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang banyak berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas entah luas, isi, jumlah, berat yang semat-mata merupakan kesimpulan dari hipotesis yang diolah oleh akal pikiran karenanya pengetahuan ini disebut juga pengetahuan pikir.
4.             Pengetahuan Noesis (filsafat).
Pengetahuan tingkat tertinggi disebut noesis, pengetahuan yang objeknya adalah arche ialah prinsip-prinsip utama yang mencakup epistimologik dan metafisik. Prinsip utama ini biasanya disebut “IDE” Plato menerangkan tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir, tetapi tidak lagi menggunakan pertolongan gambar, diagram melainkan dengan pikiran yang sungguh-sunggu abstrak. Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip-prinsip utama yang isinya adalah hal-hal yang berupa kebaikan, kebenaran, dan kedilan. Menurut Plato cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari pengetahuan itu adalah dengan menggunakan metode dialog sehingga dapat dicapai pengetahuan yang  sungguh-sungguh sempurna yang biasa disebut episteme.[8]
I.       Bagaimana keberadaan pengetahuan itu.
Karakteristik pertanyaan “bagaimana”, selalu menuntut jawaban berupa sifat, wujud, dan bentuk. Karena itu, persoalan “ bagaimanakah keberadaan pengetahuan” bahasanya menyentral pada sifat, wujud dan bentuk pengetahuan. Berdasarkan pada sumber pengetahuan yang telah diuraikan diatas, maka kiranya dapat memperjelas ketiga faktor kebagaimanaan pengetahuan itu.
I.              Rasionalisme.
Aliran rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama aliran rasionalisme adalah lawan dari autoritas dan biasanya digunakan untuk mengkeritik ajaran agama. Sedangakan dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan. Hanya saja empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan dari empirisme dianggap sering menyesatkan.Adapun alat berpikir adalah kaidah-kaidah yang logis.[9]

J.       Pembagian penegetahuan. (Prof. M.T Misbah Yazdi)
1.      Pengetahuan yang secara langsung menukik pada esensi, objek yang deketahui.  Pada pengetahuan ini, keberadaan hakiki dan sejati objek yang ketahui terbebar (secara langsung) pada diri subjek yang mengetahui atau pelaku persepsi
2.      Pengetahuan yang eksistensi tidak secara langsung terbebar atau tersaksikan oleh subjek, tetapi menangkapnya melalui perantara yang mencerminkan atau menyantirkan (represent) objek. Cerminan dan santiran ini secara teknis disebut sebagai bentuk atau konsep mental.
Dalam filsafat islam, jenis pengetahuan pertama disebut dengan pengetahuan hudhuri (knowledge by presence atau al-‘ilm al-hudri) dan yang kedua disebut dengan pengetahuan pengetahuan hushuli” (acquired knowledge/al-ilm al-hushuki), yakni pengetahuan yang ditangkap lewat perantaraan atau santiran konseptual
1.      Pengetahuan Hudhuri
Pengetahuan setiap orang terhadap dirinya sebgai maujud pelaku persepsi adalah pengetahuan yang tak disangkal. Para sofis yang menganggap bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu pun tidak dapat menyangkal keberadaan dirinya sendiri dan pengetahuannya tentang hal tersebut
2.      Pengetahuan Hushuli
Pengetahuan Hushuli adalah menemukan kenyataan itu sendiri, dan karenanya ia tidak mungkin diragukan atau dibimbangkan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan berarti segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran).Adapun pengetahuanmenurut beberapa ahli adalah:
1.      Menurut Pudjawidjana (1983), pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya oleh alam sekitar melalui persentuhan melalui objek dengan indera dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan sebuah objek tertentu.
2.      Menurut Ngatimin (1990), pengetahuan adalah sebagai ingatan atas bahan-bahan yang telah dipelajari dan mungkin ini menyangkut tentang mengikat kembali sekumpulan bahan yang luas dari hal-hal yang terperinci oleh teori, tetapi apa yang diberikan menggunakan ingatan akan keterangan yang sesuai.
3.      Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan.
Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak. Partanto Pius dalam kamus bahasa indonesia (2001) pengetahuan dikaitkan dengan segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses belajar.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
Pengetahuan didefinisikan oleh Oxford Kamus Inggris sebagai (i) keahlian, dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui pengalaman atau pendidikan; pemahaman teoritis atau praktis dari suatu subjek, (ii) apa yang dikenal dalam bidang tertentu atau secara total; fakta dan informasi; atau (iii) kesadaran atau keakraban diperoleh pengalaman fakta atau situasi. perdebatan filosofis pada mulai umum dengan formulasi Plato pengetahuan sebagai [rujukan?] "keyakinan yang benar dibenarkan." Namun ada ada definisi yang disepakati tunggal pengetahuan saat ini, maupun prospek satu, dan masih ada banyak teori yang bersaing. Pengetahuan akuisisi melibatkan proses kognitif yang kompleks: persepsi, pembelajaran, komunikasi, asosiasi dan penalaran. Pengetahuan Istilah ini juga digunakan untuk berarti pemahaman subjek percaya diri dengan kemampuan untuk menggunakannya untuk tujuan tertentu jika sesuai.Lihat manajemen pengetahuan untuk rincian tambahan tentang disiplin itu.
Definisi pengetahuan adalah masalah yang sedang berlangsung perdebatan antara filsuf di bidang epistemologi. Definisi klasik, dijelaskan tetapi tidak pada akhirnya didukung oleh Plato [1], menetapkan bahwa sebuah pernyataan harus memenuhi tiga kriteria untuk dipertimbangkan pengetahuan: ia harus dibenarkan, yang benar, dan percaya. Beberapa menyatakan bahwa kondisi ini tidak cukup, seperti Gettier diduga menunjukkan contoh kasus.Ada sejumlah alternatif yang diusulkan, termasuk argumen Robert Nozick untuk persyaratan bahwa pengetahuan 'melacak kebenaran dan persyaratan tambahan Simon Blackburn bahwa kita tidak ingin mengatakan bahwa mereka yang memenuhi salah satu kondisi tersebut melalui cacat, cacat, atau gagal 'memiliki pengetahuan.Richard Kirkham menunjukkan bahwa definisi kita pengetahuan mensyaratkan bahwa kepercayaan itu jelas bagi orang percaya.
Menurut Archie J. Bahm dalam tulisannya yang berjudul what’s science dijelaskan bahwa pengetahuan yang disepakati sebagai ilmu harus dapat diuji dengan enam komponen utama yang disebut dengan six kinds of science yang meliputi problems, attitude, method, activity, conclusions, and effects[10]





DAFTAR PUSTAKA

Prof. Konrad Kebung, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan, PT. Prestsi Pustakaraya, Jakarta,2011, hal. 39-43.

Drs. H. Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu,Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2010, hal. 17.

Drs. H. Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu, Putaka Pelajar, Yokyakarta, 2010,hal.23-26.

Prof. Konrad Kebung, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan, PT Prestasi Pustakaraya, Jakarta,2011 hal 46-51.

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Ilmu hal 92-110.

Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, hal 182-185.


Menurut Pudjawidjana (1983).

Menurut Notoatmodjo 2007

Menurut Ngatimin (1990).

Drs.asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal.106-108.

Suparlan Suhartono, Filsafat ilmu pengetahuan, Badan penerbit UNM, Makassar,2010, hal 51-53.

Drs. Surajiyo, Filsafat ilmu & perkembangannya dindonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hal 30-33.

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.Hal 104-108.






[1] Konrad Kebung,  Filsafat Ilmu Pengetahuan, PT. Prestsi Pustakaraya, Jakarta,2011), 39-43.
[2] Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2010). 17.

[3]Mohammad Adib, Filsafat Ilmu, Putaka Pelajar, Yokyakarta, 2010), 23-26.
[4] Konrad Kebung, Filsafat Ilmu Pengetahuan, PT Prestasi Pustakaraya, Jakarta, 2011), 46-51.
[5] Amsal Bakhtiar,  Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995), 92-110.
[6] Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, Yogyakarta, 1992)  182-185.
[7] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996), 104-108
[8] Surajiyo, Filsafat ilmu & perkembangannya dindonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2010),  30-33
[9] Suparlan Suhartono, Filsafat ilmu pengetahuan, Badan penerbit UNM, Makassar,2010), 51-53.
[10] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995),106-108.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI-TEORI ILMU SEJARAH

TEORI-TEORI ILMU GEOGRAFI

TEORI-TEORI ILMU ANTROPOLOGI