ESENSI PENGETAHUAN
Tugas Kelompok
Mata Kuliah Filsafat Ilmu Sosial
Dosen Prof. Hamdan Johannis, M.A. Ph.D
ESENSI
PENGETAHUAN
OLEH :
KELOMPOK
I
SYARIFUDDIN
(12B02019)
EDY KURNIAWAN (12B02018)
SALEHUDDIN
(12B02022)
PENDIDIKAN
SOSIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2012
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ...................................................................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................................................................. ii
KATA
PENGANTAR .................................................................................................... iii
BAB
I LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1
A. Pendahuluan
..........................................................................................................1
B. Rumusan
Masalah ................................................................................................ 3
BAB
II PEMBAHASAN ................................................................................................. 4
A. Pengertian
pengetahuan .......................................................................................... 4
B. Objek
dan Sudut Pandang ilmu pengetahuan ...................................................... .... 6
C. Perkembangan
Ilmu Pengetahuan ......................................................................... .. 7
D. Bentuk
atau Jenis Pengetahuan ................................................................................ 9
E. Hakikat
dan Sumber Pengetahuan ........................................................................... 13
F. Ilmu
pengetahuan dan kepentingan .......................................................................... 25
G. Pengetahuan
............................................................................................................ 28
H. Jenis-Jenis
Pengetahuan ........................................................................................... 33
I. Bagaimana
keberadaan pengetahuan itu .................................................................. . 37
J. Pembagian penegetahuan .......................................................................................... 42
J. Pembagian penegetahuan .......................................................................................... 42
DAFTAR
PUSTAKA ................................................................................................... 47
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan izin-Nyalah sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas ini, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Dosen pengampuh mata kuliah Filsafat Ilmu Sosial karena telah membimbing
dan memotivasi kepada kami sehingga tugas ini dapat terselesaiakan tepat pada
waktunya.
Dalam tugas ini kami mengangkat “Esensi Pengetahuan”, Mengingat
pentingnya hal ini maka kami berusaha untuk menggali lebih dalam mengenai pokok-pokok
yang mendasar pada pengetahuan itu sendiri.
Kami menyadari bahwa dalam
menyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan serta
kekeliruan di dalamnya karena kami hanyalah manusia biasa yang dikelilingi oleh
sejuta kekurangan, penulis menyakini bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah
Yang Maha Kuasa.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih yang setingi-tingginya
kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif kepada kami, semoga hadirnya makalah ini bisa
menambah khazanah keilmuan kita, kami juga mohon maaf atas segala kekurangan.
Billahi Taufiq Wal Hidayah,
Wassalamu Alaikum Warahmtullahi Wabarakatuh,
Wassalam….
11 November 2012
Penulis
BAB I
LATAR BELAKANG
LATAR BELAKANG
A.
Pendahuluan
Dua sarana yang selama ini digunakan manusia untuk
memahami dunia di sekitarnya adalahpenegtahuan mitis dan magis dan pengetahuan
ilmiah.Ada banyak hal atau peristiwa yang terjadi disekitar kita pada masa lalu
dengan mudah dapat dijelaskan secara mitis-magis. Namun dengan perkembangan
pengetahuan dan pengolahan-pengolahan pengalaman secara rasional, segala
sesuatu dapat dengan mudah dijelaskan secara ilmiah dan masuk akal.Diantara
kedua kutub ini kita temukan persoalan-persoalan ilmiah yang merupakan himpunan
hipotesis yang dapat diuji dan dites dan kebenarannya belum secara sah dapat
dibuktikan.
Bidang pengetahuan ilmiah meruapakan kumpulan-kumpulan
hipotesis yang kebenarannya telah terbukti.Bidang persoalan ilmiah merupakan
ilmiah merupakan himpunan hipotesis yang dapat dites tetapi belum
dibuktikan.Semuanya masih dalam pertanyaan.Bidang ketiga, pengetahuan
mitis-magis atau gaib adalah himpunan hipotesis yang keabsahannya tidak dapat
diuji atau dites.
Para ilmuan selalu menanggapi persoalan-persoalan ilmiah
dengan berbagai macam riset agar dengan demikian perlahan-lahan bidang
pengetahuan ilmiah diperbesar.Dengan demikian perlahan-lahan bidang pengetahuan
ilmiah diperbesar.Dengan meluasnya ruang bidang bidang I, ruang bidang III
diperkecil. Kita mengenal kata bahasa latin scientia (sciencedalam bahasa
inggris) untuk ilmu atau ilmu pengetahuan. Kata scientia berasal dari kata
kerja scire (scio,III) berarti mengetahui. The Liang Gie karena itu memberikan
pengertian ilmu sebagai rangkaian telaahan yang mencari pencelasan suatu metode
untuk memperoleh pemahaman secara rasional-empiris mengenai alam dunia dari
berbagai aspek, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan
berbagai gejala yang mau dimengerti manusia.Secara singkat dapat dikatakan
bahwa ilmu pengetahuan yang sistematis.Riset sebagai usaha pencarian ilmiah
karena itu harus terus menerus dilakukan untuk dapat memperoleh
penegtahuan-pengetahuan ilmiah yang baru.
Pengetahuan yang dapat disepakati sehingga menjadi suatu
ilmu menurut Archie J. Bahm dapat diuji dengan enam komponen utama yang disebut
dengan six kind of science, yang meliputi problems, attitude,method, activity,
conclusions dan effcts
Dari pendapat Bahm tersebut dapat diartikan bahwa ilmu
lahir dari pengembangan suatu permasalahn-permasalahn yang dapat dijadikan
sebagai kegilasahan akademik.atas dasar problem, para creator akan melakukan
suatu sikap untuk memabangun suatu metode-metode dan kegiatan-kegiatan yang
bertujuan untuk melahirkan suatu penyelesaian-penyelesaian kasus dalam bentukteori-teori.
Konklusi-konklusi dapat diuji dengan mempertimbangkan dari akibat yang
ditimbulkan oleh teori.Setiap individu yang berpotensi ilmiah dapat diketahui
pengkayaa keingin tahuan, berani eksperimen, serta suatu sikap untuk selalu
obyektif.
Objek ilmu meliputi objek material dan objek formal.Objek
materil sesuatu yang dijadiakan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia
adalah objek materil ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah cara pandang
tertentu tentang objek materil tersebut seperti pendekatan empiris dan
eksperimen dalam ilmu kedokteran
Dari beberapa penjelasan diatas ilmu merupakan suatu
perangkat fundamental dalam penciptaan peradaban.Dalam ilmu termuat pengetahuan
manusia yang bersifat alamiah kemudian dikonstruksi menjadi teori-teori yang
dapat memberikan konklusi bagi setiap persoalan-persoalan kehidupan.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Memahami arti dari
pengetahuan itu sendiri ?
2.
Mengetahui objek
dan sudut pandang pengetahuan ?
3.
Mengetahui
perkembangan ilmu pengetahuan ?
4.
Memahami bentuk
atau jenis pengetahuan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pengetahuan.
Aristoteles dalam Metaphysics, mengatakan bahwa semua
manusia ingin mengetahhui dan ini selalu nyata dalam pengalaman hidup seseorang
manusia. Setiap manusia memiliki kerinduan dasar untuk mengetahui. Kita
mengenal paling kurang dua ciri khas dari aktivitas mengetahui yaitu :
a.
Mengetahui untuk
mengetahui semata. Menikmati dan memperoleh banyak pengetahuan dialami sebagai
suatu kepuasan diri dan
b.
Mengetahui untuk
dapat digunakan dan diterapkan. Misalnya untuk melindungi dan membela diri,
memperbaiki tempat tinggal, meningkatkan relasi dengan orang lain, meningkatkan
taraf hidup dan lain-lain.
Pengetahuan adalah suatu
istilah yang digunakan untuk menuturkan hasil pengalaman seseorang tentang
sesuatu. Dalam tindakan mengetahui selalu kita temukan dua unsur utama yaitu subyek
yang mengetahui dan sesuatu yang diketahui atau obyek pengetahuan. Keduanya
secara fenomologis tidak mungkin dipisahkan satu dari yang lain. Karena itu
pengetahuan dapat kita katakan sebagai hasil tahu manusia untuk memahami obyek
yang ia hadapi.
Bahm menyebutkan 4 hal penting
yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, antara lain :
1. Mengamati : Pikiran kita memegang peran penting dalam
mengamati obyek-obyek. Pikiran ini harus mengandung kesadaran (pikiran yang
membentuk kesadaran). Dalam kesadaran itu terdapat unsur intuisi.
2. Menyelidiki: Ketertarikan pada obyek dikondisikan oleh
jenis-jenis obyek yang tampil di hadapan kita. Lamanya atau durasi minat
seseorang pada obyek itu amat tergantung pada daya tarik obyek itu. Minat-minat
itu bervariasi dan saling mempengaruhi dan semuanya dikaitkan dengan berbagai
aspek kehidupan kita seperti aspek rohani dan jasmaniah, tuntutan linkungan dan
masyarakat, tujuan-tujuan pribadi dan sosial, dan lain-lain. Minat terhadap
obyek cendrung menuntut keterlibatan
seseorang.
3. Percaya: Apabila suatu obyek muncul dalam kesadaran, maka
obyek itu diterima sebagai obyek yang menampak. Sikap menerima sesuatu yang
menampak sebagai pengertian yang memadai disebut kepercayaan (kendati setelah
diragukan).
4. Keinginan atau hasrat : keinginan atau hasrat pada
dasarnya mencakup kondisi-kondis bio psikologis dan interaksi dialektik antara
tubuh dan jiwa. Pikiran juga dilihat sebagai aktualisasi keinginan, dan karena
itu tanpa pikiran tak mungkin juga ada hasrat. Ada kebutuhan jasmaniah seperti
makan, minum, istirahat, tidur, namun juga ada keinginan atau hasrat yang
timbul dari pengertian yang lebih tinggi seperti hasrat diri, hasrat akan orang
lain, terhadap dunia, dan lain-lain.[1]
Dari apa yang diuraikan oleh Bahm di atas, dapat
disimpulkan bahwa pikiran manusia dibentuk oleh beberapa hal penting
diantaranya yaitu mengamati, menyelidiki, percaya dan adanya keinginan atau
hasrat yang melekat dalam diri manusia, yang kesemuanya ini merupakan
bentuk-bentuk hal yang penting yang dibawa manusia sejak lahir.
B.
Objek dan Sudut
Pandang ilmu pengetahuan
Seperti halnya dengan filsafat, ilmu pengetahuan juga
memiliki objek penelitian, tetapi objek penelitian yang diteliti dalam ilmu
pengetahuan lebih bersifat khusus tentang alam dan manusia. Kedua objek
tersebut disebut objek formal.[2]
C.
Perkembangan Ilmu
Pengetahuan.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang
kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu.
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping
berbagai pengetahuan lainnya sepeti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khazanah
kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya
kehidupan kita.
Dalam berkembangnya abad penalaran maka konsep dasar
berubah dari kesamaan kepada pembedaan yang jelas antara berbagai penegtahuan yang
mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan dan konsekuensinya mengubah
struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan tidak
berdasarkan pada apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahui dan untuk apa
pengetahuan itu dipergunakan?
Setiap jenis ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang
spesifik mengenai apa (ontology), bagaimana (epistimologi), dan untuk apa (aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan jadi
ontology ilmu terkait dengan epistimologi ilmu dan epistimologi ilmu terkait
dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Pengetahuan dapat kita peroloeh melalui beberapa sumber, dimana sumber-sumber ini merupakan
hal yang paling berperan di dalam memperoleh pengetahuan tersebut.
Sumber-sumber ini diantaranya :
ü Pengalaman indra. Pengindraan adalah alat yang paling vital
dalam memperoleh pengetahuan. Karena memang dalam hidup manusia, pengindraan
adalah satu-satunya alat untuk menyerap segala obyek yang ada diluar diri
manusia.
ü Nalar adalah salah satu corak berpikir untuk
menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan
penegtahuan baru dengan memperhatikan asas-asas pemikiran. Yaitu principium
identitas, principium contradictionis, principium exclusi, dan principium
kompromi.
ü Otoritas adalah kekuasaan sah yang dimiliki oleh seorang
dan diakui oleh kelompoknya.Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan
karena kelompoknya memilki pengetahuan.karena seseorang yang mempunyai
kewibawaan dalam pengetahuan. Jadi kesimpulannya adalah bahwa pengetahuan
karena adanya otoritas terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain
mempunyai pengetahuan.
ü Intuisi berperan sebagai sumber pengetahuan karena adanya
kemampuan dalam diri manusia yang dapat melahirkan pernyataan-peryataan berupa
pengetahuan.
ü Wahyu, merupakan salah satu sumber pengetahuan karena
kita mengenal atau tahu sesuatu misalnya akhirat, surga dan neraka melalui
ajaran wahyu Tuhan.[3]
Dari semua sumber-sumber pengetahuan ini, pengetahuan
kemudian diproses oleh akal yang ada pada diri manusia melalui studi-studi
ilmiah hingga pada puncak pembenaran yang relevan.
D.
Bentuk atau Jenis
Pengetahuan.
1.
Berdasarkan obyek.
Pengetahuan manusia dapat dikelompokkan dalam berbagai
macam sesuai dengan metode dan pendekatan yang mau digunakan. Pengetahuan bisa
kita bagi dalam pengetahuan ilmiah dan non ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah
semua hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah.
Sebaliknya pengetahuan non ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan
menggunakan cara-cara yang tidak termasuk ilmiah. Kerap disebut juga pra
ilmiah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengetahuan non ilmiah adalah
seluruh hasil pemahaman manusia tentang sesuatu atau obyek tertentu dalam hidup
sehari-hari, terutama apa yang ditangkap oleh indera-indera kita.
2.
Berdasarkan isi
Berdasarkan isi atau pesan kita dapat membedakan
pengetahuan atas beberapa macam sesuai dengan penjelasan Michael Polanyi, yakni
“tahu bahwa”, “tahu bagaimana”,”tahu akan”, “tahu mengapa”.
o Tahu bahwa: pengetahuan tentang informasi tertentu
misalnya tahu bahwa sesuatu telah terjadi. Kita tahu bahwa p dan p itu
sesungguhnya benar. Pengetahuan ini disebut juga sebagai pengetahuan teoritis
ilmiah, walaupun tidak mendalam. Dasar pengetahuan ini ialah informasi tertentu
yang akurat.
o Tahu bagaimana: misalnya bagaimana melakukan sesuatu. Ini
berkaitan dengan keterampilan atau keahlian membuat sesuatu. Sering juga
dikenal dengan nama pengetahuan praktis, sesuatu yang memerlukan pemecahan,
penerapan dan tindakan.
o Tahu akan: pengetahuan ini bersifat langsung melalui
pengenalan pribadi secara langsung melalui pengenalan pribadi. Pengetahuan ini
juga bersifat sangat spesifik berdasarkan pengenalan pribadi secara langsung
akan obyek. Ciri pengetahuan ialah bahwa tingkatan obyektivitas tinggi. Namun
juga apa yang dikenal pada obyek ditentukan oleh subyek dan sebab itu obyek
yang sama dapat dikenal oleh dua subyek berbeda.
o Tahu mengapa: pengetahuan ini didasrkan pada refleksi,
abstraksi dan penjelasan. Tahu mengapa ini jauh lebih mendalam dari pada tahu
bahwa, karena tahu mengapa berkaitan dengan penjelasan.
Plato dan Aristoteles juga memberikan kita sejumlah
informasi yang baik mengenai macam-macam atau jenis-jenis pengetahuan. Plato
membagi pengetahuan menurut level-level sesuai dengan karakteristik obyeknya.
1. Pengetahuan yang bersifat khayalan. Pengetahuan ini
dilihat sebagai tinkatan pengetahuan yang paling rendah dengan obyek utama
adalah bayangan atau gambaran. Pengetahuan dalam tingkatan ini dikuasai oleh bayangan
akan kenikmatan atau kesukaan yang bersifat duniawi, dan terbawa terus sebagai
mimpi, impian ini selalu dirasa sebagai sesuatu yang faktual dan benar-benar
terjadi dalam dirinya.
2. Pengetahuan yang benar secara indrawi. Ini adalah
pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal
yang dapat diinderai secara langsung dan yang sudah dibayangkan dalam
pengetahuan eikasia. Obyek pengetahuan ini adalah apa yang secara langsung
dapat ditangkap oleh indra-indra kita.
3. Pengetahuan matematis. Plato menempatkan pengetahuan ini
pada level ketiga yang masih berhubungan dengan level kedua dan juga
berhubungan dengan level keempat. Obyek pengetahuan ini terletak pada obyek
yang bisa diinderai tetapi juga yang dapat dipikirkan.
Menurut Aristoteles, sebagai seorang realis, pengetahuan
merupakan kenyataan ini merangsang akal budi kita untuk berpikir. Ia membagi
pengetahuan bukan menurut level atau tingkatan seperti apa yang diperbuat
Plato, melainkan menurut jenis sesuai dengan fungsi pengetahuan itu.
Pengetahuan yang umumnya disebut sebagai pengetahuan rasional dikategorikan
dalam tiga jenis yakni:
1. Pengetahuan produktif, yaitu pengetahuan yang
menghasilkan sesuatu yang lain misalnya seni, puisi, dan lain-lain;
2. Pengetahuan teoritis, seperti filsafat pertama atau
metafisika, matematika, dan fisika.
3. Pengetahuan praktis seperti etika, ekonomi, dan politik.[4]
E.
Hakikat dan Sumber
Pengetahuan.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang
disebabkan dua hal utama, yakni pertama,
manusia mempunyai bahasa yang mampu mengomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya
dengan cepat dan mantap adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka
berpikir tertentu.
1.
Hakikat
Pengetahuan.
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental.
Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata
lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada di luar akal. Persoalannya
kemudian adalah apakah gambaran itu sesuai dengan fakta atau tidak? Apakah
gambaran itu benar? Atau apakah gambaran itu dekat pada kebenaran atau jauh
dari kebenaran?
Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan itu,
yaitu:
a.
Realisme.
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam, pengetahuan menurut
realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam
nyata (dari fakta atau hakikat). Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa
pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
Ajaran realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal
yang hanya terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri, serta yang hakikatnya
tidak terpengaruh oleh seseorang. Contohnya, fakta menunjukkan, suatu meja
tetap sebagaimana adanya, kendati tidak ada orang di dalam ruangan itu yang
menangkapnya. Jadi meja itu tergantung kepada gagasan kita mengenainya, tetapi
tergantung pada meja tersebut.
b.
Idealisme
Ajaran idilisme menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah
proses-proses mental atau proses psikologis yang bersifat subyektif. Oleh
karena itu, pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran subjektif dan bukan gambaran objektif tentang
realitas.
Kalau realisme mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan yang
diketahui, idealisme adalah sebaliknya.
Bagi idealisme, dunia dan bagian-bagiannya harus dipandang sebagai
hal-hal yang mempunyai hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya.
2.
Sumber pengetahuan.
Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Persoalannya
dari mana pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan itu didapat?
Dari situ timbul pertanyaan bagaimana caranya kita memperoleh pengetahuan atau
dari mana sumber pengetahuan kita? Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh
dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan tersebut.
Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
a.
Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani
empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
Yunaninnya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Hal ini dapat dilihat bila kita memperhatikan pertanyaan seperti; “Bagaimana
orang mengetahui es itu dingin ?” dalam pernyataan tersebut ada tiga unsur yang
perlu, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek), dan cara dia
mengetahui bahwa es tiu dingin. Bagaimana dia mengetahui es itu dingin ? Dengan
menyentuh langsung lewat alat peraba.
John Locke (1632-1704), bapak empiris Britania mengemukakan teori tabula
rasa (sejenis buku catatan kosong). Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada
mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong
itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Sesuatu yang tidak bisa diamati dengan indera
bukanlah pengetahuan yang benar. Jadi pengalaman indera itulah sumber
pengetahuan yang benar.
David Hume, salah satu tokoh empirisme mengatakan bahwa manusia tidak
membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah
pengamatan.Pengamatan memberikan dua hal, yaitu kesan-kesan (impression) dan pengertian-pengertian
atat ide-ide (ideas). Yang dimaksud
kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang diterima dari pengalaman.Yang
dimaksud dengan ide adalah gambaran tentang pengamatan yang samar-samar yang
dihasilkan dengan merenungkan kembali atau mereflesikan dalam kesan-kesan yang
diterima dari pengalaman.
Jadi dalam empirisme, sumber utama untuk memperoleh pengetahuan adalah data
empiris yang diperoleh dari panca indera. Akal tidak berfungsi banyak, kalaupun
ada, itu pun sebatas ide yang kabur.
b.
Rasionalisme.
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan
yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan
melalui kegiatan menangkap objek.
Bagi aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat
dikoreksi, seandainya akan digunakan. Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan
indera dalam memperoleh pengetahuan. Pengalaman indera diperlukan untuk
merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja,
tetapi sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata akal. Laporan
indera menurut rasionalism merupakan bahan yang belum jelas, bahkan ini
memungkinkan dipertimbangkan oleh akal dalam pengalaman berpikir. Akal mengatur
bahan tersebut sehingga dapatlah terbentuk pengetahuan yang benar.
Descrates, seorang pelopor rasionalisme berusaha menemukan suatu kebenaran
yang tidak dapat diragukan lagi, kebenaran itu, menurutnya adalah dia tidak
ragu bahwa ia ragu. Ia yakin kebenaran-kebenaran semacam itu ada dan kebenaran
tersebut dikenal dengan cahaya yang terang dari akal budi sebagai hal-hal yang
tidak dapat diragukan. Dengan demikian akal budi dipahamkan sebagai sejenis
perantara suatu tehnik tersebut dapat ditemukan kebenaran.Artinya dengan
melakukan penalaran yang akhirnya tersusunlah pengetahuan.
Tetapi rasionalisme juga mempunyai kelemahan, seperti mengenai kreteria
untuk mengetahuiakan kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang adalah
jelas dan dapat dipercaya tetapi menurut orang lain tidak. Jadimasalah
utamayang terhadap kaum rasionalisme adalah evaluasi dari kebenaran
premis-premis ini semuanya bersumber pada penalaran rasional yang bersifat
abstrak.
Dari dua aliran tersebut (empirisme dan rasionalisme) terlairlah metode
ilmiah atau pengetahuan sains. Yang merupakan gabungan dari kedua aliran
tersebut. Dalam hal ini panca indera mengumpulkan data-data, sedangakan akal
menyimpulkan berdasarkan pada prinsip-prinsip universal, yang kemudian disebut
universal.
c.
Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang
tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran
dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha.
Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang
mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Adapun perbedaan intuisi dalam filsafat barat dengan makrifat dalam islam
adalah kalau intuisi diperoleh lewat perenungan dan pemikiran yang konsisten
sedangkan dalam islam makrifat diperoleh lewat perenungan dan penyinaran dari
Tuhan. Pengetahuan dengan pencerahan ini dapat dianggap sebagai sumber
pengetahuan. Sebab, jika pengetahuan korenpondensi melibatkan objek di luar
dirinya, maka pengetahuan dengan pencerahan menyadarkan bahwa pengetahuan yang
di luar harus didahului dengan pengetahuan tentang dirinya sendiri.
d.
Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang
disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi. Para nabi
memperoleh pengetahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa
memerlukan waktu untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak
Tuhan semesta. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa mereka
untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.
Wahyu Allah (agama) berisikan
pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman,
maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan tujuan
penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan akhirat. Kepercayaan
inilah yang merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjutnya
dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu.Sedangkan ilmu pengetahuan
sebaliknya, yaitu dimulai dengan riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai
kepada kebenaran yang faktual.[5]
F.
Ilmu pengetahuan
dan kepentingan
Salah
satu unsur teori kritis adalah tuduhan bahwa di belakang selubung objektivitas
ilmu-ilmu tersembunyi kepentingan-kepentingan kekuasaan. Kepentingan-kepentingan
itu dipahami sebagai ekonomis, sebagai kepentingan, eksploitatif yang dalam
sistem kapitalisme tua tidak lagi terbuka, melainkan terwujud dalam
dehumanisasi seluruh hubungan antar manusia di bawah prinsip tukar.
Penelitian
terhadap hubungan antar ilmu pengetahuan dan kepentingan menjadi salah satu
usaha pokok Habermas. Penegasan kunci Habermas adalah bahwa tidak masuk akal
kita bicara secara umum tentang kepentingan di belakang ilmu-ilmu sebagaimana
dilakukan oleh Horkeimer, Andono dan Marcuse. Kita harus membedakan antara tiga
macam ilmu pengetahuan, masing-masing dengan lingkungan kepentingan, objek dan
cirinya yang khas. Berlawanan dengan anggapa umum bahwa sebuah teori harus
diusahakan sebebas mungkin dari segala kepentingan. Haberbmas menegaskan
(sesuai dengan pendekatan teori kritis) bahwa ilmu pengetahuan malah hanya mungkin
sebagai perwujudan kebutuhan manusia yang terungkap dalam suatu kepentingan
fundamental.
Habermas
tentu tidak buta terhaadap pertanyaan kritis ini. Barangkali itulah sebabnya
mengapa ia, sesudah semangat pertama agak mereda [sehabis ia berhasil
merumuskan hubungan antara tipe ilmu pengetahuan tertentu dengan kepentingan
fundamental manusia tertentu], tidak banyak kembali pada pembagian ilmu-ilmu ke
dalam tiga kelompok itu. Karangan ini memang sangat popular di kalangan
mahasiswa yang mulai mempelajari Habermas karena Habermas jarang merumuskan
sistematika fikirannya dengan begitu jelas dan ringkas.Akan tetapi Habermas
sendiri tidak karangan ini [bekas ceramah inaugurasinya sebagai professor di
Frankfrut] sebagai karya yang penting.Ia kemudian jarang kembali padanya.
Perhatian padanya malahan dapat menyesatkan kita dari hal-hal yang betul-betul
menjadi minat Habermas.[6]
G.
Pengetahuan.
Seandainya seseorang berkata kepada kita bahwa dia tahu
bagaimana cara bermain gitar, maka seorang lainnya munkin bertanya, apakah
pengetahuan anda itu merupakan ilmu? tentu saja dengan mudah dia dapat menjawab
bahwa pengetahuan bermain gitar itu bukan ilmu, melainkan seni. Demikian juga
sekiranya seseorang mengemukakan bahwa sesudah mati semua manusia akan
dibangkitkan kembali, akan timbul pertanyaan serupa apakah pengetahuan tentang
sesuatu yang bersifat transcendental yang menjorok ke luar batas pengalaman
manusia dapat disebut ilmu? tentu saja jawabannya adalah “bukan”, sebab
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah semacam itu adalah agama.
Penegtahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang
suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan
bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di samping berbagai
pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental yang
secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita.Sukar untuk
dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada,
sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul
dalam kehidupan.
Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik
mengenai apa (ontology), bagaimana (epistimologi) dan untuk apa ( aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; jadi
ontology ilmu terkait dengan epistimologi ilmu dan epistimologi ilmu terkait
dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Berdasarkan landasan ontology dan aksiologi seperti itu
maka bagaimana sebaiknya kita mengembangkan landasan epistimologi yang cocok? Persoalan
utama yang dihadapi oleh tiap epistimologi pengetahuan pada dasarnya adalah
bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek
ontology dan aksiologi masing masing.
Usaha untuk menjelaskan gejala alam ini sudah mulai
dilakukan oleh manusia sejak dulu kala. Diperkirakan bahwa nenek moyang kita
pun tak kurang takjubnya memperhatikan berbagai kekuatan alam yang terdapat
disekeliling mereka seperti hujan, banjir, topan, gempa bumi dan letusan gunung
merapi. Mereka merasa tak berdaya menghadapi kekuatan alam yang sangat dahsyat
yang dianggapnya merupakan kekuatan yang luar biasa ini, dicobanya untuk
dijelaskannya dengan mengaitkannya dengan mkhluk yang luar biasa pula, dan
berkembanglah berbagai mitos tentang para dewa dengan kesaktian dan
perangainya.[7]
H.
Jenis-Jenis
Pengetahuan.
Pengetahuan itu menurut Soejono Soemargono (1983) dapat
dibagi atas yaitu pengetahuan non ilmiah dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan
non ilmiah ialah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan cara yang tidak
termasuk dalam kategori metode ilmiah. Dalam hal ini termasuk juga pengetahuan
yang meskipun dalam babak terakhir direncanakan untuk diolah lebih lanjut
menjadi pengetahuan ilmiah, yang biasanya disebut pengetahuan pra ilmiah.
Secara umum yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah
ialah segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai barang sesuatu atau
obyek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang
cocok adalah hasil penglihatan dengan mata, hasil pendengaran telinga, hasil
pembauan hidung, hasil pengecapan lidah, dan hasil peradaban kulit.
Jenis-jenis pengetahuan juga dapat dilihat pada pendapat
Plato dan Aristoteles.Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan-tingkatan
pengetahuan sesuai dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya adalah sebagai
berikut
1.
Pengetahuan Eikasia
(khayalan)
Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan eikasia, ialah pengetahuan
yang objeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan ini isinya adalah
hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau kesukaan serta kenikmatan
manusia yang berpengatahuan. Pengetahuan dalam tingakatan ini misalnya
seseorang yang menghayal bahwa dirinya pada saat tertentu mempunyai rumah yang
mewah, besar, indah, serta dilengkapi kendaraan dan lain-lain sehingga
khayalanya ini terbawa mimpi. Di dalam mimpinya, ia betul-betul merasa
mempunyai dan menempati rumah itu. Apabila seseorang dalam keadaan sadar
menganggap bahwa khayal dan mimpinya betul-betul berupa fakta yang ada dalam
dunia nyata.
2.
Pengetahuan Pistis
(substansial)
Satu tingakatan diatas eikasia adalah tingkatan pistis atau pengetahuan
substansial. Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak
dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung. Objek
pengetahuan pistis biasa disebut zooya karena isi pengetahuan semacam ini
mendekati suatu keyakinan ( kepastian yang bersifat pribadi atau kepastian
subyektif) dan pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran apabila mempunyai
syarat yang cukup bagi suatu tindakan mengetahui misalnya; mempunyai
pendengaran yang baik, pengelihatan normal, serta indra yang normal.
3.
Pengetahuan Dianoya
(matematik)
Penegtahuan dalam tingkatan ketiga adalah pengetahuan dianoya. Plato
menerangkan tingkat pengetahuan ini ialah tingkatan yang ada di dalamnya
sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta dan objek yang tampak, tetapi juga
terletak pada bagaimana cara berpikirnya. Contoh yang dituturkan oleh Plato
tentang pengetahuan ini ialah para ahli matematika atau geometri, dimana
objeknya adalah matematik yakni suatu yang harus diselidiki dengan akal budi
dengan melalui gambar-gambar, diagram kemudian ditarik suatu hipotesis.
Hipotesis inidiolah terus hingga sampai pada kepastian. Dengan demikian dapat
dituturkan bahwa bentuk pengetahuan tingkat dianoya ini adalah pengetahuan yang
banyak berhubungan dengan masalah matematik atau kuantitas entah luas, isi,
jumlah, berat yang semat-mata merupakan kesimpulan dari hipotesis yang diolah
oleh akal pikiran karenanya pengetahuan ini disebut juga pengetahuan pikir.
4.
Pengetahuan Noesis
(filsafat).
Pengetahuan tingkat tertinggi disebut noesis, pengetahuan yang objeknya
adalah arche ialah prinsip-prinsip utama yang mencakup epistimologik dan
metafisik. Prinsip utama ini biasanya disebut “IDE” Plato menerangkan tentang
pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir, tetapi tidak lagi
menggunakan pertolongan gambar, diagram melainkan dengan pikiran yang
sungguh-sunggu abstrak. Tujuannya adalah untuk mencapai prinsip-prinsip utama
yang isinya adalah hal-hal yang berupa kebaikan, kebenaran, dan kedilan.
Menurut Plato cara berpikir untuk mencapai tingkat tertinggi dari pengetahuan
itu adalah dengan menggunakan metode dialog sehingga dapat dicapai pengetahuan
yang sungguh-sungguh sempurna yang biasa
disebut episteme.[8]
I.
Bagaimana
keberadaan pengetahuan itu.
Karakteristik pertanyaan “bagaimana”, selalu menuntut
jawaban berupa sifat, wujud, dan bentuk. Karena itu, persoalan “ bagaimanakah
keberadaan pengetahuan” bahasanya menyentral pada sifat, wujud dan bentuk
pengetahuan. Berdasarkan pada sumber pengetahuan yang telah diuraikan diatas,
maka kiranya dapat memperjelas ketiga faktor kebagaimanaan pengetahuan itu.
I.
Rasionalisme.
Aliran rasionalisme ada dua macam yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang
filsafat. Dalam bidang agama aliran rasionalisme adalah lawan dari autoritas
dan biasanya digunakan untuk mengkeritik ajaran agama. Sedangakan dalam bidang
filsafat rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam
menyusun teori pengetahuan. Hanya saja empirisme mengatakan bahwa pengetahuan
diperoleh dengan jalan mengetahui objek empirisme, maka rasionalisme
mengajarkan bahwa pengetahuan dari empirisme dianggap sering menyesatkan.Adapun
alat berpikir adalah kaidah-kaidah yang logis.[9]
J.
Pembagian
penegetahuan. (Prof. M.T Misbah Yazdi)
1. Pengetahuan yang secara langsung menukik pada esensi,
objek yang deketahui. Pada pengetahuan
ini, keberadaan hakiki dan sejati objek yang ketahui terbebar (secara langsung)
pada diri subjek yang mengetahui atau pelaku persepsi
2. Pengetahuan yang eksistensi tidak secara langsung
terbebar atau tersaksikan oleh subjek, tetapi menangkapnya melalui perantara
yang mencerminkan atau menyantirkan (represent) objek. Cerminan dan santiran
ini secara teknis disebut sebagai bentuk atau konsep mental.
Dalam
filsafat islam, jenis pengetahuan pertama disebut dengan pengetahuan hudhuri
(knowledge by presence atau al-‘ilm al-hudri) dan yang kedua disebut dengan
pengetahuan pengetahuan hushuli” (acquired knowledge/al-ilm al-hushuki), yakni
pengetahuan yang ditangkap lewat perantaraan atau santiran konseptual
1. Pengetahuan Hudhuri
Pengetahuan setiap orang terhadap dirinya sebgai maujud
pelaku persepsi adalah pengetahuan yang tak disangkal. Para sofis yang
menganggap bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu pun tidak dapat menyangkal
keberadaan dirinya sendiri dan pengetahuannya tentang hal tersebut
2. Pengetahuan Hushuli
Pengetahuan Hushuli adalah menemukan kenyataan itu sendiri, dan karenanya
ia tidak mungkin diragukan atau dibimbangkan.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan berarti segala sesuatu
yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan hal
(mata pelajaran).Adapun pengetahuanmenurut beberapa ahli adalah:
1.
Menurut
Pudjawidjana (1983), pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas rangsangannya
oleh alam sekitar melalui persentuhan melalui objek dengan indera dan
pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan
sebuah objek tertentu.
2.
Menurut Ngatimin
(1990), pengetahuan adalah sebagai ingatan atas bahan-bahan yang telah
dipelajari dan mungkin ini menyangkut tentang mengikat kembali sekumpulan bahan
yang luas dari hal-hal yang terperinci oleh teori, tetapi apa yang diberikan
menggunakan ingatan akan keterangan yang sesuai.
3.
Menurut Notoatmodjo
(2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang
melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telingan.
Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang
diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan
pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan
berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak. Partanto Pius
dalam kamus bahasa indonesia (2001) pengetahuan dikaitkan dengan segala sesuatu
yang diketahui berkaitan dengan proses belajar.
Dalam
pengertian lain, pengetahuan
adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya,
ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan
tersebut.
Pengetahuan didefinisikan oleh Oxford Kamus Inggris
sebagai (i) keahlian, dan keterampilan yang diperoleh oleh seseorang melalui
pengalaman atau pendidikan; pemahaman teoritis atau praktis dari suatu subjek,
(ii) apa yang dikenal dalam bidang tertentu atau secara total; fakta dan
informasi; atau (iii) kesadaran atau keakraban diperoleh pengalaman fakta atau
situasi. perdebatan filosofis pada mulai umum dengan formulasi Plato
pengetahuan sebagai [rujukan?] "keyakinan yang benar dibenarkan."
Namun ada ada definisi yang disepakati tunggal pengetahuan saat ini, maupun
prospek satu, dan masih ada banyak teori yang bersaing. Pengetahuan akuisisi
melibatkan proses kognitif yang kompleks: persepsi, pembelajaran, komunikasi,
asosiasi dan penalaran. Pengetahuan Istilah ini juga digunakan untuk berarti
pemahaman subjek percaya diri dengan kemampuan untuk menggunakannya untuk
tujuan tertentu jika sesuai.Lihat manajemen pengetahuan untuk rincian tambahan
tentang disiplin itu.
Definisi pengetahuan adalah masalah yang sedang berlangsung perdebatan antara filsuf di bidang epistemologi. Definisi klasik, dijelaskan tetapi tidak pada akhirnya didukung oleh Plato [1], menetapkan bahwa sebuah pernyataan harus memenuhi tiga kriteria untuk dipertimbangkan pengetahuan: ia harus dibenarkan, yang benar, dan percaya. Beberapa menyatakan bahwa kondisi ini tidak cukup, seperti Gettier diduga menunjukkan contoh kasus.Ada sejumlah alternatif yang diusulkan, termasuk argumen Robert Nozick untuk persyaratan bahwa pengetahuan 'melacak kebenaran dan persyaratan tambahan Simon Blackburn bahwa kita tidak ingin mengatakan bahwa mereka yang memenuhi salah satu kondisi tersebut melalui cacat, cacat, atau gagal 'memiliki pengetahuan.Richard Kirkham menunjukkan bahwa definisi kita pengetahuan mensyaratkan bahwa kepercayaan itu jelas bagi orang percaya.
Definisi pengetahuan adalah masalah yang sedang berlangsung perdebatan antara filsuf di bidang epistemologi. Definisi klasik, dijelaskan tetapi tidak pada akhirnya didukung oleh Plato [1], menetapkan bahwa sebuah pernyataan harus memenuhi tiga kriteria untuk dipertimbangkan pengetahuan: ia harus dibenarkan, yang benar, dan percaya. Beberapa menyatakan bahwa kondisi ini tidak cukup, seperti Gettier diduga menunjukkan contoh kasus.Ada sejumlah alternatif yang diusulkan, termasuk argumen Robert Nozick untuk persyaratan bahwa pengetahuan 'melacak kebenaran dan persyaratan tambahan Simon Blackburn bahwa kita tidak ingin mengatakan bahwa mereka yang memenuhi salah satu kondisi tersebut melalui cacat, cacat, atau gagal 'memiliki pengetahuan.Richard Kirkham menunjukkan bahwa definisi kita pengetahuan mensyaratkan bahwa kepercayaan itu jelas bagi orang percaya.
Menurut
Archie J. Bahm dalam tulisannya yang berjudul what’s science dijelaskan bahwa
pengetahuan yang disepakati sebagai ilmu harus dapat diuji dengan enam komponen
utama yang disebut dengan six kinds of science yang meliputi problems,
attitude, method, activity, conclusions, and effects[10]
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Konrad Kebung, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan, PT. Prestsi Pustakaraya, Jakarta,2011,
hal. 39-43.
Drs. H. Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu,Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2010, hal. 17.
Drs. H. Mohammad Adib, MA, Filsafat Ilmu, Putaka Pelajar, Yokyakarta, 2010,hal.23-26.
Prof. Konrad Kebung, Ph.D, Filsafat Ilmu Pengetahuan, PT Prestasi Pustakaraya, Jakarta,2011
hal 46-51.
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A, Filsafat Ilmu hal 92-110.
Franz Magnis-Suseno, Filsafat
sebagai Ilmu Kritis, hal 182-185.
Menurut Pudjawidjana (1983).
Menurut Notoatmodjo 2007
Menurut Ngatimin (1990).
Drs.asmoro Achmadi, Filsafat
Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal.106-108.
Suparlan Suhartono, Filsafat
ilmu pengetahuan, Badan penerbit UNM, Makassar,2010, hal 51-53.
Drs. Surajiyo, Filsafat
ilmu & perkembangannya dindonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hal
30-33.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1996.Hal 104-108.
[7] Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta,
1996), 104-108
Komentar
Posting Komentar
Komentarlah yang sopan