MAKALAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN


Tugas Individu:

MATA KULIAH
“SOSIOLOGI PENDIDIKAN”

TENTANG
KONFLIK ANTAR SISWA DI SEKOLAH
(KAJIAN TEORI SOSIOLOGI)



Dosen Pengampu
Prof. Dr. Hj. Rabiatun Idris, M.S

















OLEH

NAMA                             : SALEHUDDIN
NIM                                 : 12B02022
JURUSAN                       : ILMU PENEGETAHUAN SOSIAL
KEKHUSUSAN             : PENDIDIKAN SOSIOLOGI      








PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam, karena dengan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaiakan penulisan makalah ini tepat pada waktu yang di tentukan oleh dosen pengampu mata kuliah “SOSIOLOGI PENDIDIKAN” pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, yang atas perjuangan dan pengorbanan beliau dalam memperjuangkan islam sehingga kita bisa merasakan indahnya islam dalam kehidupan kita.  Islam telah membawa kita pada suatu kebenaran yang hakiki.
Dalam Penulisan tugas ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan, baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan hakikat penulis sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari salah dan khilaf, karena sesungguhnya kebenaran itu hanya datangnya dari Allah dan kesalah itu mutlak datangnya dari penulis. Untuk itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan kedepannya.
Akhirnya,  penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi rekan-rekan pelajar dan mahasiswa khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Dan semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan inayah-Nya kepada kita semua serta memberikan pemahaman ilmu-Nya kepada kita agar kita mengerti tentang hakikat kehidupan ini. Amin, amin, ya Robbal alamin.

Makasar, 10 April 2013

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR...............................................................................................    i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I      PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... .. 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 4
C. Tujuan...................................................................................................... 4
D. Manfaat ................................................................................................... 5

BAB II     PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
1.      Perspektif Kondlik .................................................................................. 6
2.      Proses Pendidikanna   ............................................................................. 9
3.      Objek Utama Dalam Pembelajaran Yang Peka Diajarkan ...................... 12
4.  Materi Ajar Yang Paling Ideal Di Pakai Membahas Masalah konflik Antar Siswa                        13

BAB III    PENUTUP  .............................................................................................. 17
A. Kesimpulan ............................................................................................ 17
B. Saran ..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Konflik. Berbicara tentang konflik memang tidak akan pernah ada habisnya. Konflik selalu menghiasi setiap sisi kehidupan mahkluk yang hidup di dunia ini, terlebih makhluk yang bernama manusia.  Konflik seakan-akan menjadi hiasan dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan individu, kelommpok, masyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Konflik merupakan sesuatu hal yang selalu hadir dalam kehidupan sosial masyarakat, sehingga konflik bersifat inheren, artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap ruang dan waktu, di mana saja dan kapan saaja. Dalam hal ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Oleh sebab itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial.
Di dalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu pun manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari unsur etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan, dan sebagainya. Dari setiap konflik ada beberapa di antaranya yang dapat diselesaikan, akan tetapi ada juga yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan beberapa aksi kekerasan. Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik sehingga menimbulkan kekerasan, dari model kekerasan yang terkecil hingga peperangan.
Jika mendengar kata konflik, yang terekam dalam ingatan adalah pertikaian, pertumpahan darah dan air mata. Seolah-olah hanya hal negatif yang tercermin dalam kata tersebut. Konflik sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses hidup di mana norma, nilai dan aturan sosial dalam kehidupan bermasyarakat dilanggar atau adanya konsensus yang tidak lagi dipatuhi oleh sebagian anggota masyarakat.
Konflik tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat luas (makro), tetapi dikalangan yang terkecil (mikro) pun konflik selalu hadir dalam kehidupan manusia, konflik di kalangan mikro ini banyak terjadi seperti halnya konflik individu dengan individu, konflik keluarga dan yang marak terjadi akhir-akhir ini adalah konflik yang terjadi antar pelajar atau siswa yang banyak di bicarakan ataupun di tayangkan diberbagai media.
Berbicara tentang konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau siswa menimbulkan banyak tanda tanya, apa sebenarnya yang salah dengan dunia pendidikan kita akhir-akhir ini? Apakah sistem pendidikan kita di Indonesia yang sekarang ini tidak lagi sesuai dengan falsafah hidup bangsa ataukah adanya ketidak sesuaian yang terjadi di dunia pendidikan kita?
Semua pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban-jawaban yang benar-benar bisa menjawab dan menyelesaikan masalah konflik yang banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Penulis di sini merasa bahwa pendidikan yang ada tidak lagi berpegang teguh pada falsafah bangsa yang menyebabkan konflikdi kalangan pelajar banyak terjadi. Falsafah bangsa Indonesia berpegang teguh pada azaz negara yaitu Pancasila sebagai ideologi bangsa. Di mana dalam pancasila merangkum semua keragaman yang ada pada bangsa Indonesia itu sendiri.
Falsafah bangsa kita yang dulunya dikagumi oleh semua bangsa yang ada di dunia kini tidak lagi berpengaruh, baik di kalangan pelajar maupun di kalangan pendidik. Terbukti dengan banyak kasus-kasus yang terjadi di lingkungan pendidikan kita, seperti halnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum guru kepada peserta didiknya. Kasus yang banyak terjadi, yang bisa kita lihat juga adalah konflik antar pelajar atau tawuran antar siswa yang telah menimbulkan korban jiwa. Tidak lama ini kita mendengar adanya kasus tawuran yang terjadi di kalangan pelajar yang telah menimbulkan korban jiwa akibat di bacok oleh lawan konfliknya. Seandainya dunia pendidikan kita saat ini, baik guru maupun peserta didik berpegang teguh pada falsafah bangsa kemungkinan besar segala permasalahn yang telah dipaparkan di atas tidak akan terjadi.
Dalam berbagai literatur atau bahan bacaan, atau bahkan berbagai bidang ilmu, baik ilmu sosial, politik, administrasi, psikologi dan bidang ilmu lainnya, banyak sekali yang membahas atau membicarakan mengenai permasalahan pendidikan serta konflik yang banyak terjadi di dunia pendidikan kita. Salah satu dari bidang ilmu tersebut yang membahas mengenai pendidikan adalah sosiologi pendidikan, dalam hal ini yang akan digunakan oleh penulis untuk membahas mengenai permasalahan tersebut.
Dalam hal kasus di atas, penulis disini berusaha mencoba menganalisis dan mendeskripsikan bentuk konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau konflik antar siswa dengan menggunakan teori-teori sosiologi, dengan mengambil salah satu perspektif dari teori sosiologi yaitu dengan menggunakan perspektif teori konflik untuk membedah permasalahan konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau siswa, guna memperoleh gambaran tentang konflik tersebut.
B.                Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi uraian latar belakang di atas, maka penulis di sini dapat merumuskan suatu permasalahan yaitu:
1.      Bagaimana perspektif konflik?
2.      Bagaimana proses pendidikannya?
3.      Apa yang menjadi objek utama dalam pembelajaran yang peka diajarkan?
4.      Materi ajar apa yang paling ideal di pakai dalam membahas konflik antar siswa?
C.                Tujuan
1.    Untuk mengetahui bagaimana prose pendidikan berjalan sehingga konflik antar siswa tidak terjadi
2.    Untuk mengetahui apa yang menjadi objek utama dalam pembelajaran yang peka diajarkan
3.    Untuk mengetahui materi ajar apa yang paling ideal di pakai dalam membahas konflik antar siswa.

D.                Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai tambahan khazanah ilmu pengetahuan, baik bagi para pendidik, dan peserta didik pada khususnya maupun masyarakat luas pada umumnya agar memperoleh pemahaman tentang bagaimana proses pendidikannya yang bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan proses pendidikan. Sehingga kedepannya nanti bisa meminimalisir segala bentuk konflik yang terjadi antar siswa ataupun konflik antar pelajar, yang pada akhirnya akan membawa pada suatu tatanan kehidupan pendidikan yang harmonis.










BAB II
PEMBAHASAN

1.      Perspektif konflik
Perspektif konflik memiliki pandangan yang berbeda dengan perspektif fungsional yang lebih melihat kontribusi positif lembaga pendidikan bagi masyarakat (Martono, 2012:23). Pemikiran perspektif ini justru melihat bahwa lembaga pendidikan memiliki fungsi yang negatif. Perspektif ini menekankan adanya perbedaan pada diri individu dalam mendukung suatu sistem sosial. Menurut perspektif konflik masyarakat terdiri atas individu yang masing-masing memiliki berbagai kebutuhan yang terbatas. Kemampuan individu untuk mendapatkan kebutuhan pun berbeda-beda.
Menurut Dahrendorf, asumsi utama perspektif ini ada empat, yaitu: pertama, setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan. Kedua, disensus dan konflik terdapat di mana-mana. ketiga, setiap unsur masyarakat memberikan sumbangan pada terjadinya disintegrasi dan perubahan masyarakat. keempat, setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa anggota terhadap anggota lainnya (martono, 2012:23). Dengan kata lain, perubahan sosial dalam masyarakat, menurut perspektif ini, merupakan sebuah proses yang tidak dapat dihindarkan. Setiap masyarakat selalu mengalami perubahan, baik lambat maupun cepat.
Berkaitan dengan lembaga pendidikan, bagi analisis konflik, pendidikan justru memberikan kontribusi negatif bagi masyarakat. Perspektif konflik memiliki beberapa asumsi dasar, diantaranya bahwa setiap unsur dalam sistem sosial memiliki potensi memunculkan konflik dalam masyarakat. Konflik ini terjadi karena adanya perbedaan kedudukan atau posisi antarsubsistem.
Karl Marx sebagai salah satu analisis konflik menjelaskan bahwa telah terjadi ketidaksetaraan sosial di dalam masyarakat. Ia menyebutkan faktor utama yang menyebabkan ketidaksetaraan tersebut adalah faktor ekonomi. Dalam masyarakat, ada sekelompok orang yang mampu menguasai sumber daya ekonomi (modal) yang jumlahnya terbatas, kelompok ini adalah kelompok minoritas. Di sisi lain, kelompok mayoritas tidak mampu menguasai sumber daya ekonomi yang terbatas tersebut, akibatnya kelompok mayoritas justru bergantung pada kelompok minoritas (Martono, 2012:24).
Dari uraian tersebut, penulis berasumsi bahwa konflik memang bisa membawa pada hal-hal yang sifatnya negatif, yang dapat membawa pada penindasan kaum tersubordinasi oleh orang-orang yang memiliki modal atau dalam istilah Marx adalah kaum burjois yang menyebabkan alienasi bagi kaum proetar. Alienasi bagi kaum tersubordinasi dapat mengakibatkan pada sulitnya akses-akses, baik akses pendidikan maupun dalam hal akses yang lainnya.
Masalah konflik yang terjadi dikalangan pelajar atau siswa yang marak terjadi akhir-akhir ini dapat diteliti melalui teori konflik Ralf Dahrendorf. Teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik (Raho, 2007:77). Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan konsensus. Kita tidak mungkin mengalami konflik kalau sebelumnya tidak ada konsensus. Misalnya, si A dan si Bdalam kelas ini tidak mungkin terlibat dalam konflik karena mereka tidak pernah mengenal satu sama lain dan hidup bersama. Demikianpun sebaliknya, konflik bisa menghantar orang pada konsensus. Kerja sama yang erat dapat terjadi setelah adanya konflik. Contoh dari kasus ini misalnya kerja sama yang erat antara Jepang dan Amerika Serikat pada saat ini terjadi sesudah mereka terlibat dalam konflik yang hebat pada waktu perang dunia II.
Dari uraian deskripsi teori konflik yang dikemukakan oleh Dahrendorf, penulis dapat mengambil sebuah deskripsi bahwa konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau siswa merupakan suatu bentuk konsensus yang terjadi di kalangan pelajar itu sendiri. Di mana, adanya keinginan-keinginan dari siswa untuk membentuk komunitas, kelompok atau gank yang biasa kita jumpai pada usia anak sekolah, terlebih anak dalam usia sekolah mengah atas (SMA dan sederajatnya).
Dahrendorf memulai teorinya dengan kembali bersandar pada fungsionalisme struktural. Dia mengatakan bahwa dalam fungsionalisme struktural, keseimbangan atau kesetabilan bisa bertahan karena kerja sama yang sukarela atau karena konsensus yang bersifat umum. Sedangkan dalam teori-teori konflik,kesetabilan atau keseimbangan terjadi karena adanya paksaan. Hal ini berarti bahwa dalam masyarakat ada beberapa posisi yang mendapat kekuasaan dan otoritas untuk menguasai orang lain sehingga kesetabilan bisa dicapai (Raho, 2007:78).
Bentuk konflik yang terjadi dikalangan pelajar atau siswa tidak begitu beragam, dimana konflik-konflik yang ada bisa dideteksi, seperti halnya yang banyak terjadi dikalangan pelajar ialah konflik antar kelompok atau gank, konflik yang disebabkan oleh adanya kecemburuan sosial, misalnya kecemburuan terhadap pasangannya. Sebagaimana banyak kita ketahui bahwa usia sekolah merupakan usia yang labil yang mudah tergoda terhadap hal-hal yang sifatnya pribadi.

2.      Proses Pendidikannya
Defenisis pendidikan, secara sederhana,dapat merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dari pengertian kamus terlihat bahwa melalu pendidikan: sutu, orang mengalami pengubahan sikap dan tata laku: dua, orang berperoses menjadi dewasa, menjadi matang dalam sikap dan tata laku: tiga, proses pendewasaan ini dilakukan melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Penulis menyimpulkan, berdasarkan pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut, Pendidikan merupakan suatu proses pentransferan ilmu pengetahuan yang dapat membawa pada pendewasaan perubahan tingkah laku peserta didik, baik sebagian maupu secara holistik.
Menghadapi abad ke-21, (Prasetyo) UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty first Century" yang dipimpin oleh Jacques Delors merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran
 yaitu:
1.      Learning to know (Belajar untuk menguasai..pengetahuan)
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan. Belajar untuk mengetahui (learning to know) dalam prosesnya tidak sekedar mengetahui apa yang bermakna tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan.
Guna merealisir learning to know, pendidik seyogyanya tidak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga fasilitator. Di samping itu pendidik dituntut dapat berperan sebagai teman sejawat dalam berdialog dengan peserta didik dalam mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu
2.      Learning to do (Belajar untuk menguasai keterampilan)
Pendidikan merupakan proses belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan perubahan dalam ranah kognitif, peningkatan kompetensi, serta pemilihan dan penerimaan nilai. Pendidikan membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan.
Learning to do bisa berjalan jika lembaga pendidikan memfasilitasi peserta didik untuk mengaktualisasikan keterampilan yang dimilikinya, serta bakat dan minatnya. Walaupun bakat dan minat anak banyak dipengaruhi unsur keturunan, namun tumbuh berkembangnya tergantung pada lingkungannya. Dewasa ini keterampilan bisa digunakan menopang kehidupan seseorang, bahkan keterampilan lebih dominan daripada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang.
3.      Learning to be (Belajar untuk mengembangkan diri)
Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan bagian dari proses belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar berperilaku sesuai dengan norma & kaidah yang berlaku di masyarakat, serta belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya adalah proses pencapaian aktualisasi diri.
Pengembangan diri secara maksimal (learning to be) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak & kondisi lingkungan nya. Kemampuan diri yang terbentuk di sekolah secara maksimal memungkinkan anak untuk mengembangkan diri pada tingkat yang lebih tinggi.
4.      Learning to live together (Belajar untuk hidup .bermasyarakat)
Dengan kemampuan yang dimiliki, sebagai hasil dari proses pendidikan, dapat dijadikan sebagai bekal untuk mampu berperan dalam lingkungan di mana individu tersebut berada, sekaligus mampu menempatkan diri sesuai dengan perannya. Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat (learning to live together).
Salah satu fungsi sekolah adalah tempat bersosialisasi, artinya mempersiapkan siswa untuk dapat hidup bermasyarakat. Situasi bermasyarakat hendaknya dikondisikan di lingkungan sekolah. Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima, perlu ditumbuhkembangkan. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya "learning to live together".

3.       Objek Utama Dalam Pembelajaran Yang Peka Diajarkan
Berbicara mengenai objek, yang menjadi objek utama dalam pembelajaran adalah anak atau peserta didik. Seorang anak atau peserta didik merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran, yang dimana dalam pembentukan karakter seorang peserta didik/anak tergantung dari bagaimana seorang tenaga pendidik yang dalam hal ini adalah guru memberi toladan atau contoh di dalam pentransferan ilmu pengetahuan. Seorang anak/peserta didik cendrung ingin mencontoh atau meniru karakter dari orang dewasa yang ada di sekelilingnya. Sebagaimana sifat alamiah seorang anak. Sifat ingin mencontoh inilah yang sebenarnya perlu dimanfaatkan oleh pendidik atau guru untuk membentuk karakter dan kepribadian seorang anak.
Terkait dengan hal tersebut di atas, maka  hal yang peka untuk diajarkan kepada seorang anak adalah pendidikan yang berbasis pada moralitas sosial dan akhlak. Karena dengan kedua hal inilah seorang pendidik bisa membentuk kepribadian seorang anak. Sifat dasar seorang anak dapat diibaratkan seperti kaset kosong yang senantiasa ingin merekam setiap hal atau setiap kejadian yang ada di lingkungannya, hal inilah yang membuat keinginan untuk meniru menjadi sangat kuat. Hal inilah yang sangat fundamental untuk dipahami oleh seorang guru atau seorang tenaga pendidik. Dengan harapan dan tujuan agar segala sesuatu yang hendak dilakukan oleh seorang tenaga pendidik
4.      Materi Ajar yang Paling Ideal Di Pakai Membahas Konflik Antar Siswa
Materi ajar merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam menunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar. Kesesuaian antara bahan ajar dengan kondisi ril di lapangan menyebabkan peserta didik mudah  dalam hal menerima dan memahami materi tersebut, dan tidak menutup kemungkinan peserta didik akan menaplikasin atau menerapkannya di dalam lingkungan hidupnya.
Terkait dengan kasus yang terjadi di sini, yaitu konflik antar siswa di sekolah, penulis merasa bahwa materi yang paling ideal untuk membahas permasalahan terebut ialah dengan memberikan materi ajar tentang sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Penulis perlu menyampaikan hal ini karena sosialisai dan pembentukan kepribadian merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
1.      Sosialisai
Proses sosialisai adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi dengan mana itu individu menahan, mengubah, impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil oper cara hidup atau kebudayaan masyarakat (Ahmadi, 2007:154).
Proses sosialisai mengandung hal-hal penting, di antaranya, satu, tentang proses, yaitu suatu transimisi pengetahuan, sikap, nilai norma, dan prilaku esensial. Kedua, tentang tujuan, yaitu sesuatu yang diperlukan agar mampu berpartisipasi efektif dalam masyarakat (Damzar, 2011:66).
2.      Kepribadian
Perbincangan masalah-masalah sosialisasi yang berkaitan dengan soal-soal sosialisasi termasuk internalisasi sebetulnya tidak pernah lepas dari masalah-masalah kepribadian (personality). Mengapa? Karena kepribadian pada manusia dan pada masyarakat (Narwoko dan Suyanto, 2007:84) manusia itu tidak terbawa dari kelahiran sebagai bakat-bakat kodrati yang telah purna, melainkan terbnetuk dan dijadikan melalui proses-proses sosialisasi.
Apakah kepribadian itu? Adapun yang dimaksud dengan kepribadian dalam rangka studi ini adalah kecendrungan psikologi seseorang untuk melakukan tingkah pekerti sosial tertentu, baik tingkah pekerti bersifat tertutup (seperti berperasaan, berkehendak, berpikir, dan bersikap), maupun tingkah laku pekerti yang terbuka (yang di dalam istilah sehari-hari kita namakan perbuatan). Demikianlah, maka dengan singkat dapat kita katakan bahwa kepribadian itu sebetulnya tidak lain adalah integrasi dan keseluruhan kecendrungan seseorang untuk berpersaan, berkehendak, berprilaku, bersikap dan berbuat menurut pola tingkah pekerti tertentu.
Berdasarka asumsi teks di atas, penulis mencoba mendeskripsikan dari kedua istilah sosialisai dan kepribadian itu ke dalam pemahaman penulis. Sosialisasi merupakan bentuk proses yang dilalui oleh peserta didik di dalam menerima ilmu maupun pengetahun, sedangkan kepribadian merupakan suatu hal yang berhubungan dengan personality seseorang, di mana kepribadian bukan merupakan sifat pembawaan secara kodrati sebagai manusia yang bisa dibentuk melalui proses sosialisasi tersebut.

TAMBAHAN
Terkait dengan pertanyaan atau soal pada option C yang mengatakan, teori sosiologi seperti : 1). Sruktural fungsional, 2). Teori konflik, dan 3). Interaksionis simbolik, apakah cocok untuk menangani masalah konflik antar siswa di sekolah?
Dilihat dari masing-masing defenisi dan lingkup dari kajian ketiga teori di atas, menurut penulis disini, ketiga teori tersebut cocok digunakan untuk membahas permasalahan yang berkaitan dengan konflik antar siswa yang banyak terjadi akhir-akhir ini di lingkungan pendidikan kita. Alasannya, karena ketiga perspektif teori tersebut memang pada dasarnya berbeda dan memiliki lingkup kajian yang berbeda-beda pula. Namun ketiga teori di atas saling melengkapi di dalam membahas permasalahan terkait dengan konflik antar siswa tersebut.
Dari lingkup kajian masing-masing teori tersebut, di antaranya :
1)        teori struktural fungsional, menurut teori ini, segala sesuatu seperti sistem. Kalau diibaratkan, tidak jauh berbeda dengan tubuh manusia atau komponen komputer PC. Antara sistem yang satu dengan sistem yang lain saling saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Artinya ketika sistem yang satu tidak berfungsi sebagai mana mestinya, maka secara otomatis sistem yang lain pun akan ikut terganggu, dan tidak menutup kemungkinan akan adanya penggantian dengan sistem yang lain.
2)        Teori konflik, kajian teori ini beranggapan bahwa tidak ada manusia atau makhluk yang hidup tanpa ada konflik. Jadi menurut teori ini setiap sisi kehidupan makhluk selalu ada konflik, terlebih lagi makhluk yang bernama manusia, yang di mana-mana, baik di media cetak maupun media elektronik, kita selalu mendengar tentang berbagai konflik yang marak terjadi di bumi kita tercinta ini.
3)        Teori interaksinisme simbolik, terori ini  beranggapan bahwa segala hal yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan simbol-simbol, yang di mana simbol-simbol ini diinterpretasikan sebagai bentuk komunikasi yang dapat memberi kelancaran pada berbagai aspek kehidupan sosial bermasyarakat.
Keterkaitan ketiga teori ini dengan konflik yang terjadi antar siswa di sekolah adalah ketiganya mendukung untuk di gunakan dalam membedah permasalahan tersebut, meskipun pada dasarnya lingkup kajiannya berbeda. .








BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, penulis mengambil kesimpulan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan konflik antar siswa di sekolah yang terjadi di dunia pendidikan kita. Di antara permasalahannya yaitu perspektif konflik menurut ahli sosiologi, dalam hal ini adalah perpektif konflik menurut Ralf Dahrendorf. Teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik. Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan konsensus. konflik yang terjadi di kalangan pelajar atau siswa merupakan suatu bentuk konsensus yang terjadi di kalangan pelajar itu sendiri. Dimana adanya keinginan-keinginan untuk membentuk kelompok/gank.
Prose pendidikan meliputi empat pilar proses pembelajaran
 yaitu: 1)Learning to know (Belajar untuk menguasai, pengetahuan), 2) Learning to do (Belajar untuk menguasai keterampilan) 3) Learning to be (Belajar untuk mengembangkan diri, dan 4) Learning to live together (Belajar untuk hidup bermasyarakat)
Yang menjadi objek utama dalam pendidikan adalah anak. Konsep sifat dasar seorang anak adalah kecendrungan ingin selalu meniru atau mencontoh. Materi yang paling ideal untu di ajarkan adala mengenai sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Karena dua hal ini merupakan sesuatu yang penting dalam proses pendidikan.
B.     Saran
Dari deskripsi pemaparan yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis disni menyarankan kepada para calon pendidik atau para pendidik untuk bisa lebih mengerti kondisi dan permasalahan yang dialami ooleh peserta didiknya. Karena dengan memahami peserta didik, seorang guru atau tenaga pendidik akan bisa menyesuaikan materi ajar yang cocok untuk di terapkan pada situasi kondisi yang mungkin perlu sekali untuk diterpakan pada saat itu.












DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Damzar. 2012. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Jakarta.
Martono, Nanang. 2012. Kekerasan Simbolik di Sekolah Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi Pustaka. Jakarta





Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI-TEORI ILMU SEJARAH

TEORI-TEORI ILMU GEOGRAFI

TEORI-TEORI ILMU ANTROPOLOGI